REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG -- Calon wakil gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum yang merupakan pasangan Calon gubernur Ridwan Kamil (Rindu), meminta Kementerian Agama mencabut kebijakan sertifikasi ulama. Karena, Uu menilai ini hanya membuat kegaduhan di masyarakat khususnya di kalangan muslim.
Uu mengatakan, saat Kementerian Agama mengeluarkan rekomendasi 200 mubaligh saja, berbagai persoalan muncul di masyarakat. Bahkan, ia meyakini banyak ulama yang sangat dirugikan akibat hal ini.
"Saya keberatan dengan adanya rekomendasi ulama ini. Saya merasa kurang pas dengan apa yang dilakukan Kemenag ini," ujar Uu, Selasa (22/5).
Baca: Sekjen MUI: Kemenag Sebaiknya Ajak Pihak Berkompeten
Uu mengatakan, pemerintah tidak berhak melegitimasi ulama. Berbeda dengan gelar keilmuan dunia seperti untuk sarjana, pengakuan tokoh agama ini berada di tangan masyarakat.
"Yang namanya ulama, legitimasinya di tangan umat, masyarakat. Ilmunya diakui, akhlaknya diakui, moralnya diakui, hanya umat yang mengakui," katanya.
Tanpa legitimasi dari pemerintah pun, kata dia, masyarakat akan tetap menghormati dan mengakui sosok ulama yang mereka yakini. "Tanpa ada sertifikasi dari pemerintah, kalau posisinya sudah seperti itu, spontanitas masyarakat menyebutnya kyai, kalau di Sunda ajengan," katanya.
Terlebih, menurutnya selama ini pemerintah belum berkontribusi besar terhadap perkembangan ulama sehingga tidak layak memberi penilaian seperti ini. Kalau negara mengatur guru, memberi sertifikasi guru, wajar karena memberi gaji.
"Ini negara memberi gaji juga enggak. Ulama hidupnya segala sendiri. Bikin pesantren sendiri, cari ekonomi keluarga, ngajar juga sendiri. Lalu kenapa pemerintah harus mengatur ulama?" katanya.
Uu pun mempertanyakan kriteria Kementerian Agama dalam merekomendasikan ulama. Menurutnya, alasan kebangsaan yang menjadi salah satu pertimbangannya sangatlah tidak tepat.
"Dengan nilai kebangsaan, patriotisme, apakah ulama masih diragukan? Para pejuang negara kita dulu itu para kyai, para ulama. KH Hasyim Ashari, KH. Zaenal Mustofa," katanya.
Sebagai sosok yang dekat dan sehari-hari berinteraksi dengan ulama, kata Uu, ia merasakan betul kegundahan mereka pascamunculnya rekomendasi ini. Selain merasa diragukan karena namanya tidak muncul dalam daftar rekomendasi, menurutnya tidak sedikit ulama yang dibatalkan undangannya karena tidak terdaftar.
"Sekarang, ulama-ulama yang tidak terdaftar ini merasa dilecehkan," katanya.
Uu mengatakan, jika Kementerian memaksakan untuk memberi sertifikasi ulama, menurutnya tidak akan berhasil karena adanya keterbatasan dari pemerintah tersebut.
"Ulama se-Indonesia ini ada berapa? Miftahul Huda saja setahunnya mencetak 12 ribu. Tapi lihat orang Kemenagnya ada berapa? Enggak akan cukup," katanya.