REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf Presiden Jenderal Purnawirawan Moeldoko menilai tidak ada yang perlu dipermasalahkan dalam pelibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam operasi kontra terorisme. Moeldoko membantah anggapan sejumlah pihak menyebut pelibatan TNI berpotensi melanggar hak azasi manusia (HAM).
"Halah, apa yang dilanggar? Nggak ada yang dilanggar," kata Moeldoko di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, Selasa (22/5).
Moeldoko mengatakan, pelibatan TNI tergantung dari kebutuhan lapangan. Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan TNI dapat berkomunikasi dan berkoordinasi terkait operasi di lapangan.
“Itu nanti Kapolri dengan Panglima TNI sudah menyatu. Mulai sekarang sudah menyatu. Setiap saat bisa dimainkan. Sesuai kebutuhan," ucap Moeldoko.
Baca Juga: Polri Minta Kopasus Bantu Densus 88
Pemerintah berencana membentuk Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopsusgab) untuk membantu melakukan operasi kontra terorisme. Moeldoko menjelaskan, Koopsusgab itu merupakan satuan elite yang pengerahannya disesuaikan dengan spektrum ancamannya.
Ancaman yang dimaksud, Moeldoko mengatakan, yakni apabila sudah mencapai high intensity conflict. “Dipastikan satuannya harus turun. Karena apa? Untuk menjamin keamanan nasional," ucap Mantan Panglima TNI tersebut.
Moeldoko pertama kali mengutarakan rencana menghidupkan kembali Koopssusgab, pekan lalu. Bahkan, menurut Moeldoko, Presiden Joko Widodo telah merestui Koopssusgab.
Koopssusgab merupakan tim antiteror gabungan dari tiga matra TNI, yakni Sat-81 Gultor Komando Pasukan Khusus milik TNI AD, Detasemen Jalamangkaraya TNI AL, dan Satbravo 90 Komando Pasukan Khas dari TNI AU.
Namun, rencana ini mendapatkan kritikan, di antaranya dari Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari. Abdul Kharis mempertanyakan payung hukum penghidupan kembali Koopssusgab dalam penanganan terorisme.
Menurutnya, pembentukan Koopssusgab harus tetap berdasarkan UU. "Negara kita negara hukum dan semua berlaku berlandaskan hukum yang ada. Masalahnya (Koopssusgab) ada dasar hukumnya nggak. Dasar hukumnya apa?” ujar Abdul Kharis kepada wartawan, Kamis (17/5).
Abdul Kharis pun menyarankan pemerintah menunggu Revisi Undang undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme selesai. "Ini Revisi UU Antiterorisme hampir selesai, tunggu dulu sebentar. Toh UU yang lama masih bisa dijalankan," ujar politikus PKS tersebut.