REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan intelijen memiliki peran paling besar dalam proses penanganan terorisme. Setyo mengatakan, intelijen mempunyai porsi peran sebesar 75 persen.
Setyo menjelaskan, intelijen memiliki peran krusial karena bertugas mengintai, mendeteksi dan mendata potensi-potensi terorisme dan orang-orang yang diduga terpapar radikalisme. Hal ini dilakukan agar jangan sampai terduga teroris lepas maupun agar tidak terjadi salah tangkap.
"Untuk memastikan benar benar teroris," kata Setyo di Jakarta Pusat, Selasa (22/5) petang.
Intelijen Detasemen Khusus 88 Antiteror, menurut Setyo memiliki tugas yang berat. Dalam hal ini, tim intelijen bekerja selama 7 x 24 jam penuh. Intelijen akan melakukan pemantauan pada seluruh aktivitas seseorang yang diduga sebagai teroris. Tugas tersebut dilakukan non-stop untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya data.
"Makanya banyak anggota densus yang mungkin istrinya minta cerai," ujarnya berkelakar, mengibaratkan beratnya tugas intelijen.
Setelah fungsi intelijen barulah dilakukan fungsi penindakan. Menurut Setyo, fungsi penindakan ini hanya memiliki prosentase sebesar lima persen. Sedangkan 20 persen lainnya merupakan fungsi penyidikan untuk membuka informasi jaringan lainnya hingga pelimpahan ke Kejaksaan bila berkas perkara sudah dirasa cukup.
Saat ini, Setyo mengklaim, berdasarkan fungsi intelijennya, Polri sudah mendata adanya orang-orang yang diduga terlibat aktivitas terorisme di Indonesia. Namun, Polri belum bisa melakukan tindakan represif menangkap langsung karena terbentur UU Antiterorisme yang berlaku bersifat responsif, artinya Polri baru bisa menangkap jika sudah muncul pergerakan.
"Makanya di RUU yang baru kita harap sifatnya proaktif, kalau sudah ada bukti kuat, kita bisa lakukan penangkapan," ucapnya.
(Baca juga: Ketua DPR: RUU Antiterorisme Bisa Ketok Palu Jumat Ini)
Ketua DPR Bambang Soesatyo mengungkapkan, pembahasan mengenai Revisi Undang-undang (UU) No. 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Antiterorisme) sedikit lagi tuntas. Diperkirakan, Jumat pekan ini UU tersebut bisa diketok palu.
"Soal RUU Antiterorisme ini sekarang sedang dalam pembahasan. Rabu (23/4) dilanjutkan pembahasan dengan pemerintah," ungkap pria yang kerap disapa Bamsoet itu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (22/5).
Dengan begitu, lanjut Bamsoet, diharapkan persoalan mengenai definisi yang hanya tinggal sedikit lagi bisa segera dituntaskan. Sehingga, pada Jumat (25/5) mendatang UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dapat disahkan dan diketok palu.
"Sudah satu suara. Tinggal DPR rangkum ada dua-tiga kalimat redaksi yang kita akomodir soal ideologi dan ancaman keamanan negara, plus tujuan motif politik. Itu tinggal sedikit lagi. Mudah-mudahan malam ini atau besok bisa (selesai)," katanya.