REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasca serentetan aksi teorirsme yang terjadi selama beberapa waktu belakangan ini, Polri kembali mengingatkan pemerintah agar segera mengesahkan Revisi Undang-undang (UU) No. 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Polri beralasan, dengan UU yang selama ini digunakan menghambat Polri dalam melakukan penindakan terorisme.
Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengungkapkan, hambatan itu adalah polisi hanya bisa bergerak jika pelaku sudah terbukti melakukan tindakan terorisme. Kemudian, polisi bisa menahan dan menggali informasi dalam waktu 7 hari dan pengintaian baru bisa dilakukan setelahnya. Ketiga, polisi hanya bisa bersifat responsif bertindak jika ada aksi teror.
"Kewenangan mencegah pelaku dalam aksi sangat lemah," kata Setyo dalam keterangan tertulisnya, Rabu (23/5).
Revisi UU 15 Tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme sendiri pertama diajukan sejak bom Thamrin. Pembahasan masuk ke rancangan UU di DPR tetapi hingga kini belum juga disahkan. Setyo berharap, RUU yang terbaru dapat memberikan wewenang lebih pada Polri untuk melakukan fungsi pencegahan. "Penanganan terpadu dan efektif butuh payung hukum yang lebih kuat," ujarnya.
Menurut Setyo, dari sisi RUU anti terorisme sendiri ada beberapa materi perdebatan yaitu Pasal 1 Ayat 1 tentang definisi giat terorisme. Kemudian, pasal 25 Ayat 2 tentang perpanjangan penahanan untuk terduga teroris. Lalu pasal 31 Ayat 1 B tentang penyadapan terhadap terduga teroris.
Kemudian, Pasal 12b Ayat 5 tentang pencabutan kewarganegaraan. Pasal 43 a tentang penahanan seseorang terduga selama 6 bulan. Pasal 43b Ayat 1 tentang bantuan TNI dalam penanggulangan terorisme. "Selain itu, pembahasan ujaran kebencian juga perlu dimasukkan untuk memperkuat UU ITE," ucap Setyo.
Baca juga: Ketua DPR: RUU Antiterorisme Bisa Ketok Palu Jumat Ini
Sementara Ketua DPR Bambang Soesatyo mengungkapkan, pembahasan mengenai Revisi Undang-undang (UU) No. 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Antiterorisme) sedikit lagi tuntas. Diperkirakan, Jumat pekan ini UU tersebut bisa diketok palu.
"Soal RUU Antiterorisme ini sekarang sedang dalam pembahasan. Rabu (23/4) dilanjutkan pembahasan dengan pemerintah," ungkap pria yang kerap disapa Bamsoet itu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (22/5).
Dengan begitu, lanjut Bamsoet, diharapkan persoalan mengenai definisi yang hanya tinggal sedikit lagi bisa segera dituntaskan. Sehingga, pada Jumat (25/5) mendatang UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dapat disahkan dan diketok palu.
"Sudah satu suara. Tinggal DPR rangkum ada dua-tiga kalimat redaksi yang kita akomodir soal ideologi dan ancaman keamanan negara, plus tujuan motif politik. Itu tinggal sedikit lagi. Mudah-mudahan malam ini atau besok bisa (selesai)," katanya.