Rabu 23 May 2018 11:29 WIB

Rekomendasi 200 Nama Mubaligh Bukan Kewajiban

Mungkin saja ini niatnya baik, tetapi tidak memperhitungkan dampaknya di masyarakat.

Rep: Novita Intan/ Red: Andi Nur Aminah
Fahira Idris
Foto: ANTARA FOTO
Fahira Idris

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) telah merilis 200 daftar nama mubalig. Rekomendasi menjadi polemik di tengah masyarakat dan sejumlah tokoh ulama.

Ketua Komite III DPD RI yang membidangi persoalan keagamaan Fahira Idris meminta rekomendasi tersebut jangan menjadi polemik yang berkepanjangan. Sehingga tidak menganggu kekhusukan umat beribadah.

"Bagi kita yang terbiasa aktif di pengajian pasti paham kalau masing-masing pengajian sudah mempunyai saringan sendiri dalam memilih penceramah. Mulai dari melihat rekam jejak, kualitas keilmuan dan cara penyampaian. Biasanya semua hal ini dimusyawarahkan sebelum menentukan pilihan. Hemat saya, kebijakan ini hanya rekomendasi bukan kewajiban," ujar Fahira dalam keterangan tulis yang diterima Republika.co.id, Jakarta, Rabu (23/5).

Menurutnya, iklim demokrasi di Indonesia menjamin hak warga negara untuk melakukan berbagai kegiatan kajian keagamaan termasuk berhak menentukan siapa saja pencermah yang akan diundang. Masyarakat atau kelompok pengajian, Fahira mengatakan, pasti sudah mempunyai saringan tersendiri termasuk melihat rekam jejak sebelum memilih penceramah.

Di era teknologi informasi yang begitu pesat seperti sekarang ini, masyarakat begitu mudah mencari rekam jejak seorang mubaligh, ustaz/ustazah atau penceramah agama. Kelompok pengajian yang ingin mengadakan kajian agama pasti terlebih dahulu mencari referensi ke berbagai sumber. "Tujuannya agar penceramah yang hadir bukan saja mempunyai kompetensi ilmu sesuai tema yang dibawakan, tapi punya integrasi dan reputasi baik, tetapi juga tentunya cinta Tanah Air," ungkapnya.

Menurut Fahira, jika Kemenag khawatir ada kelompok masyarakat yang salah atau keliru memilih penceramah seharusnya cukup mengeluarkan kreteria-kreteria penceramah seperti apa yang direkomendasikan untuk diundang. Bukan mengeluarkan list nama-nama mubaligh seperti yang saat ini menjadi polemik di publik.

"Mungkin saja niatnya baik, tetapi tidak memperhitungkan dampaknya di masyarakat. Masyarakat beraksi, para mubaligh beraksi, malah ada mubaligh yang minta dikeluarkan dari list tersebut. Ini kan membuat publik semakin bingung. Saya berharap kita sudahilah polemik ini. Mari kita lanjutkan Ramadhan ini dengan penuh kesejukan," kata dia. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement