REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) kerap mendapat pengaduan dari sejumlah korban teror bom. Salah satunya, nasib seorang wanita korban teror bom yang gagal menikah hingga terlibat perdagangan orang.
Komisioner Komnas Perempuan Yunianti Chuzaifah mengatakan, pihaknya pernah mendapat pengaduan dari para perempuan yang menjadi korban pengeboman-pengeboman di Hotel JW Marriot (Jakarta) hingga di Bali beberapa tahun lalu. Para korban itu sekarang mengalami kecacatan tubuhnya.
Yunianti mengatakan, ada juga perempuan yang gagal menikah karena tubuhnya rusak akibat terkena bom. Memang kemudian ia melakukan perkawinan, tetapi akhirnya perempuan malang ini mengalami kekerasan seksual.
"Atau ada juga perempuan yang sudah mempunyai usaha di Bali, namun karena ia menjadi korban bom dan usahanya gulung tikar maka ia terlibat perdagangan manusia (human trafficking) di Eropa dan hanya dibayar 1 euro per hari," kata Yunianti, Rabu (23/5).
Terkait pelaku teror yang sekarang melibatkan perempuan, Yunianti mengatakan,
ini karena doktrin kepatuhan hingga hierarki gender. Setelah pihaknya berkonsultasi dengan pegiat isu-isu terorisme, ditemukan beberapa alasan mengapa kaum hawa saat ini menjadi pelaku pengeboman.
"Pertama, perempuan digunakan karena doktrin kepatuhan," katanya.
Kemudian, ia menyebut ada hierarki gender, yaitu perempuan masih dianggap subordinat dalam relasi mereka. Selain itu, kata dia, adanya pandangan teologi bahwa yang ingin masuk surga maka kepala keluarga mengajak semua anggota keluarga.
"Ada juga soal analisis kami bahwa kenapa perempuan dengan keluarganya menjadi pelaku pengeboman, yaitu untuk meminimalisir anak ditinggalkan dan membuat sang buah hati terlantar. Tetapi itu harus dicek lebih jauh, belum ada kajian Komnas Perempuan secara mendalam," ujarnya.