Rabu 23 May 2018 23:20 WIB

Muhammadiyah: Revisi UU Terorisme Harus Komprehensif

Muhammadiyah ingin semangat bersama merevisi UU Terorisme ini lebih komprehensif.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bayu Hermawan
Suasana Rapat Pansus RUU Terorisme (ilustrasi)
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Suasana Rapat Pansus RUU Terorisme (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah tidak ingin terjebak pada faktor yang menghambat revisi Undang Undang (UU) No. 15 Tahun 2013 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Muhammadiyah ingin semangat bersama merevisi UU Terorisme ini lebih komprehensif.

Ketua PP Muhammadiyah Bachtiar Effendi menegaskan Muhammadiyah tidak ingin terlibat dalam wacana apa dan siapa yang memperlambat perubahan UU Penanganan Terorisme. Apakah faktor definisi atau pihak-pihak yang ingin revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme ini terhambat.

"Bagi Muhammadiyah pengesahan UU ini akan lebih cepat disempurnakan untuk kebaikan akan lebih baik," kata Bachtiar Effendi dalam acara diskusi di PP Muhammadiyah, Rabu (23/5).

Atas dasar itulah, Muhammadiyah memberikan masukan langsung revisi UU penanganan Terorisme ini. Masukan ini, lanjut Bachtiar, sebagai bukti memberi dukungan terhadap perbaikan dan peningkatan penanganan terorisme.

"Dua hari lalu PP Muhammadiyah telah memberi masukan terkait revisi UU memberikan keterangan tertulis yang diserahkan langsung oleh Pak Busyro Muqoddas kepada Ketua MPR, Bambang Soesatyo," jelasnya.

Diakui Bachtiar banyak yang menuduh mereka yang mengkritisi revisi UU penanganan Terorisme ini seperti mendukung aksi terorisme. Tapi ia menjelaskan, bagi Muhammadiyah pengesahan UU ini seharusnya bukan sekedar cepat tapi juga sempurna dan menyeluruh. Sehingga dalam pemberantasan terorisme dalam dilakukan lebih baik dan komprehensif.

"Apa yang mengganjal sebaiknya dibicarakan secara sungguh-sungguh. Dan bagi Muhammadiyah yang tidak kalah pentingnya penanganan terorisme perlu ditangani secara terbuka. Agar tidak ada kecurigaan kecurigaan yang muncul selanjutnya," jelas mantan Dekan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement