REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Korea Utara (Korut) kembali mengancam tak akan menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Korut-Amerika Serikat (AS) yang rencananya digelar di Singapura pada 12 Juni mendatang. Ancaman tersebut muncul setelah Wakil Presiden AS Mike Pence menyebut Korut akan berakhir seperti Libya pada era Muammar Gaddafi bila enggan melakukan denuklirisasi.
Wakil Menteri Luar Negeri Korut Choe Son Hui menilai Pence mengeluarkan pernyataan yang bodoh karena membandingkan Korut dengan Libya. Menurutnya, hal itu menunjukkan Pence tidak mengerti situasi Korut. "Mengingat komentar dari politisi tingkat tinggi AS yang belum terbangun dari realitas yang keras ini dan membandingkan Korut dengan Libya yang menemui nasib tragis, saya jadi berpikir bahwa mereka tahu terlalu sedikit tentang kita," kata Choe Son Hui dilaporkan kantor berita Korut, Korean Central News Agency (KCNA)
Model Libya yang dinyatakan Pence mengacu pada negosiasi pada 2004. Kala itu AS berhasil melucuti komponen nuklir Libya yang masih dipimpin Muammar Gaddafi. Namun setelah perlucutan tersebut, Gaddafi, yang telah memerintah selama 42 tahun, digulingkan dan tewas pada 2011. Peristiwa bersejarah tersebut yang menjadi perhatian dan kekhawatiran Korut bila menyerahkan senjata nuklirnya kepada AS.
Dengan pernyataan Pence, Choe Son Hui pun menyangsikan penyelenggaraan KTT Korut-AS akan bermanfaat, terutama untuk negaranya. "Kami tidak akan meminta AS untuk berdialog atau menyusahkan untuk membujuk mereka jika mereka tidak ingin duduk bersama kami," ujarnya.
Ia menyatakan negaranya juga siap bila ternyata harus menghadapi AS dalam konfrontasi nuklir. "Apakah AS akan menemui kami di ruang pertemuan atau menemui kami di konfrontasi nuklir, sepenuhnya bergantung pada keputusan dan perilaku AS. Untuk meminjam kata-kata mereka, kami juga dapat membuat AS merasakan tragedi yang mengerikan yang belum pernah dialami atau bahkan dibayangkan hingga saat ini," katanya menegaskan.
Presiden AS Donald Trump telah mengisyaratkan penyelenggaraan KTT Korut-AS yang rencananya digelar di Singapura pada 12 Juni mendatang akan tertunda. Hal itu disampaikan Trump seusai bertemu Presiden Korea Selatan (Korsel) Moon Jae-in di Washington pada Selasa (22/5). "Ada kemungkinan yang sangat besar KTT tidak akan berhasil, dan tidak apa," kata Trump kepada awak media di Gedung Putih.
Kendati demikian, Trump mengatakan bukan berarti penyelenggaraan KTT tidak akan berhasil dalam jangka waktu tertentu. "Tapi mungkin tidak akan berhasil pada 12 Juni. Namun ada peluang bagus bahwa kita akan mengadakan pertemuan," ujarnya.
Ia pun mengatakan Korut sebaiknya benar-benar memanfaatkan peluang bila nantinya KTT betul-betul terlaksana. "Korut memiliki kesempatan untuk menjadi negara yang hebat dan saya pikir mereka harus memanfaatkan peluang itu," kata Trump.