REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami soal sumber dana dalam kasus dugaan suap terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah pada RAPBN Perubahan Tahun Anggaran 2018. Untuk mendalaminya, KPK memeriksa dua saksi pada Kamis (24/5).
Kedua saksi itu dari Asosisasi Kontraktor Listrik Nasional (Aklinas) atas nama Ivan dan Nur. Keduanya diperiksa untuk tersangka Direktur CV Iwan Binangkit Ahmad Ghiast.
"Penyidik mendalami pengetahuan saksi terkait sumber dana yang diberikan oleh tersangka Ahmad Ghiast kepada tersangka Amin Santono, anggota Komisi XI DPR RI," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis.
KPK telah menetapkan empat tersangka dalam kasus tersebut, yakni Amin Santono, Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Yaya Purnomo, dan Eka Kamaludin seorang konsultan yang juga menjadi perantara dalam kasus itu.
Ketiganya diduga sebagai pihak penerima dalam kasus tersebut. Sedangkan diduga sebagai pemberi adalah Ahmad Ghiast dari pihak swasta sekaligus kontraktor.
KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kepada keempatnya pada Jumat (4/5) di Jakarta dan Bekasi. Amin diduga menerima Rp 400 juta sedangkang Eka menerima Rp 100 juta.
Anggota Komisi IX DPR Fraksi Partai Demokrat Amin Santono (tengah) mengenakan rompi tahanan KPK seusai menjalani pemeriksaan pasca-operasi tangkap tangan di Gedung KPK, Jakarta, Ahad a(6/5) dinihari. (Antara)
Uang tersebut merupakan bagian dari commitment fee sebesar Rp 1,7 miliar atau 7 persen dari nilai dua proyek di Kabupaten Sumedang. Dua proyek tersebut senilai total Rp 2 5 miliar.
Sedangkan uang suap untuk Yaya belum terealisasi meski yang bersangkutan sudah menerima proposal dua proyek tersebut. Proyek tersebut, yaitu proyek di Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan di kabupaten Sumbedang senilai Rp 4 miliar dan proyek di dinas PUPR kabupaten Sumedang senilai Rp 21,85 miliar.
Dalam OTT tersebut, KPK total mengamankan sejumlah aset yang diduga terkait tindak pidana. Yaitu, logam mulia seberat 1,9 kilogram, uang Rp 1,844 miliar, termasuk Rp 400 juta yang diamankan di lokasi OTT di restoran di Halim Perdanakusumah.
Ada juga uang dalam mata uang asing 63 ribu dolar Singapura dan 12.500 dolar AS. Selain Rp 500 juta untuk Amin dan Eka, uang emas tersebut diperoleh dari apartemen Yaya di Bekasi.
“Yang bersangkutan menerima uang dolar AS dari daerah lalu diganti menjadi logam mulia. Siapa saja yang memberi kita punya data, nanti digali lebih lanjut, mudah-mudahan akan ditemukan," kata Ketua KPK Agus Rahardjo saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (5/5).
Amin, Eka dan Yaya disangkakan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Ahmad disangkakan pasal pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 55 ayat 1 ke-1 jo KUHP dengan ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.