REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panitia Khusus Revisi Undang-undang Antiterorisme bersama pemerintah menyepakati Revisi Undang Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Pansus DPR dan pemerintah menyepakati poin definisi terorisme alternatif kedua yang menyertakan frasa motif ideologi, politik, dan gangguan keamanan sebagai definisi terorisme. Poin definisi terorisme sendiri, selama ini menjadi ganjalan terselesaikannya Revisi UU tersebut.
Keputusan itu didapat dalam Rapat Kerja Pansus Revisi Undang undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dengan Menteri Hukum dan HAM, Kamis (24/5) malam. "Alhamdulilah, berarti kita akan mengambil keputusan bahwa Revisi Undang Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme kita setujui untuk dilanjutkan pada pembicaraan tingkat dua dalam Rapat Paripurna," ujar Ketua Pansus Revisi UU Antiterorisme Muhammad Syafii di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/5).
Syafii mengatakan Revisi UU kemudian akan dibawa ke Rapat Pengambilan keputusan Tingkat dua rapat paripurna DPR yang rencananya digelar Jumat (25/5) besok. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly menyatakan Pemerintah akhirnya ikut menyetujui poin definisi terorisme alternatif kedua yang menyertakan frasa motif ideologi, politik dan gangguan keamanan.
Yasonna beralasan itu karena dalam pandangan mini fraksi, seluruh fraksi akhirnya mendukung definisi terorisme kedua. Bahkan, dua fraksi yakni PKB dan PDIP yang pada rapat Panja sebelumnya masih bersikukuh dengan definisi terorisme alternatif satu, juga ikut mendukung definisi alternatif kedua.
"Setelah mendengar seluruh pandanngan fraksi-fraksi kami dari pemerintah dengan senang hati dan menyambut gembira demi kebersamaan kita agar UU ini dapat diselesaikan dengan baik. pemerintah juga menyetujui alternatif kedua," ujar Yasonna.
Menurut Yasonna, pihaknya pun berterimakasih dengan fraksi fraksi yang memberikan pandangannya untuk mendukung alternatif kedua. "Terimakasih kepada seluruh fraksi yang memilih alternatif dua," ujar Yasonna.
Adapun definisi terorisme yang disepakati yakni terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban, yang bersifat massal dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik atau gangguan keamanan.