Jumat 25 May 2018 09:40 WIB

Sidang Aman Abdurrahman, Polisi Perketat Pengamanan

Polisi melihat obyek vital bisa menjadi tempat yang rawan.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Muhammad Hafil
Terdakwa kasus terorisme Aman Abdurrahman usai menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (18/5).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Terdakwa kasus terorisme Aman Abdurrahman usai menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (18/5).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Sidang Pledoi atau penyampaian nota pembelaan untuk terdakwa kasus terorisme Aman Abdurrahman digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat (25/5) pagi. Kepolisian pun melakukan pengamanan berlapis di sekitar PN Jaksel.

Kapolres Jakarta Selatan Kombes Pol Indra Jafar menuturkan, pengamanan kepolisian dibagi menjadi empat ring atau lapisan. Ring tersebut mulai dari gedung, seputar gedung, halaman dan terluar. Pengamanan ini tidak jauh berbeda dengan pengamanan saat pembacaan tuntutan pekan lalu. Sebanyak 270 personel dari TNI dan Polri pun dilibatkan.

"Lebih banyak dari kemarin karena memang banyak pos yang harus diisi sehingga pengamanan ini bisa kita lakukan secara maksimal," ujarnya saat melakukan pengamanan di PN Jaksel, Jumat (25/5) pagi.

Kepolisian juga menempatkan personel berpakaian preman di titik terluar. Mereka bertugas memantau pergerakan-pergerakan yang mencurigakan saat sidang pledoi berlangsung. Penembak jitu atau sniper juga dilokasikan di titik tertentu. Pembacaan pledoi direncanakan berjalan mulai pukul 9.30 WIB hingga setelah Shalat Jumat.

Tampak Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di dekat PN Jaksel juga ditutup. Menurut Indra, penutupan ini dilakukan sementara karena polisi melihat titik ini sebagai objek vital yang bisa menjadi ancaman keamanan.

Sebelumnya, dalam pembacaan tuntutan pada Jumat (18/5), Aman dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum. Dia disebut memenuhi seluruh dakwaan yang disusun JPU, yakni dakwaan kesatu primer dan dakwaan kedua primer.

Pada dakwaan kesatu primer, Aman dinilai melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana dakwaan kesatu primer. Lalu, dakwaan kedua primer, Aman dinilai melanggar Pasal 14 juncto Pasal 7 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Aman dalam perkara tersebut didakwa sebagai sebagai aktor intelektual sejumlah kasus teror, yaitu Bom Gereja Oikumene di Samarinda pada 2016, Bom Thamrin (2016), Bom Kampung Melayu (2017) Jakarta, serta dua penembakan polisi di Medan dan Bima (2017). Aman pun terancam pidana penjara lebih dari 15 tahun atau hukuman mati.

Aman juga pernah divonis bersalah pada kasus Bom Cimanggis pada 2010. Dalam kasus ini Aman disebut berperan dalam membiayai pelatihan kelompok teror di Jantho, Aceh Besar. Dalam kasus itu Aman divonis sembilan tahun penjara.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement