REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Federica Mogherini, pada Kamis (24/5), menyerukan perundingan untuk menentukan status Yerusalem. Ia mengkritik pemindahan kedutaan besar Amerika Serikat (AS) untuk Israel ke kota suci tersebut.
Dalam sebuah pernyataan yang dibuatnya ketika menghadiri KTT Bisnis Eropa di Istana Egmont di Belgia, Mogherini mengatakan Yerusalem harus menjadi ibu kota dari dua negara yang bersengketa, yakni Israel dan Palestina. Oleh karena itu perwakilam Uni Eropa menolak menghadiri acara pembukaan kedutaan AS di Yerusalem pada 14 Mei lalu.
"Tak satu pun dari perwakilan Uni Eropa menghadiri acara pembukaan Kedutaan Besar AS di Yerusalem. Hal-hal semacam ini penting dalam diplomasi," kata Mogherini, dikutip laman Anadolu Agency.
Uni Eropa meyakini solusi dua negara merupakan satu-satunya cara untuk menyelesaikan konflik Palestina dengan Israel. Dengan solusi tersebut, Palestian dan Israel dapat menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota bersama.
AS mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Desember tahun lalu. Pengakuan ini dikritik dan diprotes karena dinilai telah melanggar berbagai kesepakatan dan resolusi internasional.
Setelah mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, AS awalnya berencana memindahkan kedutaan mereka ke kota itu pada akhir 2018. Namun pemindahan dipercepat menjadi bulan Mei.
Selain AS, terdapat dua negara lain yang telah memindahkan kedutaan besarnya untuk Israel ke Yerusalam, yakni Guatemala dan Paraguay.