REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hakim Agung Artidjo Alkostar enggan mengomentari pengajuan peninjauan kembali (PK) yang diajukan mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Hal itu, kata dia, terkait dengan kode etik hakim.
"Tidak perlu saya jawab karena etika daripada hakim itu sangat ketat. Tidak boleh kita mengomentari perkara yang akan berproses atau telah saya tangani. Itu kode etiknya jelas," ujar Artidjo di Media Centre Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Jumat (25/5).
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, PK diajukan Anas atas vonis 14 tahun penjaranya dalam kasus korupsi berupa penerimaan hadiah dari sejumlah proyek pemerintah dan tindak pidana pencucian uang. Vonis kasasi yang diputus oleh Artidjo itu lebih tinggi dari vonis di tingkat pengadilan negeri dan pengadilan banding.
"Intinya perjuangan keadilan peninjauan kembali (PK) itu instansi hukum yang disediakan untuk pencarian keadilan yang tercecer, saya merasa berdasarkan fakta-fakta, bukti-bukti yang terungkap di persidangan putusan yang dijatuhkan kepada saya itu jauh dari keadilan," kata Anas di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (24/5).
Pada tingkat pertama, Anas divonis delapan tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 57,59 miliar dan 5,26 juta dolar AS. Sementara itu, pada tingkat banding, Anas mendapat keringanan hukuman menjadi tujuh tahun penjara.
Namun, KPK mengajukan kasasi terhadap putusan itu sehingga Mahkamah Agung memperberat Anas menjadi 14 tahun penjara ditambah denda Rp 5 miliar subsider satu tahun empat bulan kurungan dan ditambah membayar uang pengganti Rp 57,59 miliar subsider empat tahun kurungan dan masih ditambah hukuman pencabutan hak dipilih untuk menduduki jabatan publik.
Putusan kasasi itu diputuskan oleh majelis hakim agung yang terdiri atas Artidjo Alkostar, Krisna Harahap, dan MS Lumme. Artidjo kini telah memasuki masa pensiun dari jabatan sebagai Hakim Agung.
Baca: Anas: Pengajuan PK tak Terkait dengan Pensiunnya Pak Artidjo.