Jumat 25 May 2018 17:16 WIB

Jaksa Agung: UU Antiterorisme yang Baru Lebih Memadai

Jaksa Agung menilai UU antiterorisme yang baru lebih maju dibanding yang lama.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Bayu Hermawan
Jaksa Agung - Muhammad Prasetyo
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Jaksa Agung - Muhammad Prasetyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung HM Prasetyo merespons positif disahkannya revisi undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme oleh DPR RI pada Jumat (25/5). Menurutnya, UU yang baru ini lebih baik dan lebih maju dari UU yang sebelumnya.

Prasetyo mengungkapkan, revisi pada UU sebelumnya dilakukan karena UU yang lama sudah dianggap tidak memadai. UU yang lama, menurutnya cenderung bersifat reaktif. "Jadi di sini (UU yang lama) aparat penegak hukum dan keamanan itu cenderung seperti pemadam kebakaran saja," katanya di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (25/5).

Dalam UU sebelumnya, aparat keamanan baru bisa bertindak saat aksi terorisme sudah dilakukan. Sehingga, menurut Prasetyo, negara, aparat keamanan, dan penegak hukum berada di belakang teroris. Negara pun sulit menjangkau para terduga teroris. "Sekarang ini tentunya setidaknya kita diharapkan bisa selangkah di depan mereka," katanya.

Dengan UU yang baru tersebut, aparat dapat melakukan upaya-upaya pencegahan aksi terorisme. Prasetyo berharap, UU baru ini tidak lantas dicap represif, karena yang ditekankan dalam UU terbaru ini adalah fungsi pencegahan. Selama ini, kata Prasetyo, polisi sudah mengetahui jaringan terorisme. Namun, polisi tidak bisa menindak karena terduga teroris belum melakukan sesuatu yang memenuhi unsur untuk dinyatakan melanggar hukum.

"Sekarang rasanya UU kita jauh lebih komprehensif, lebih maju, sehingga penanganan perkara-perkara terorisme ini akan lebih bisa leluasa dilakukan," ujarnya.

Baca juga: Ketua Pansus: Tidak Ada Lagi Pasal Karet di RUU Terorisme

Sebelumnya, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto mengungkapkan, Polri terbentur UU Antiterorisme yang lama dalam hal pencegahan aksi teror. Hambatan itu adalah, polisi hanya bisa bergerak jika pelaku sudah terbukti melakukan tindakan terorisme. Polisi hanya bisa bersifat responsif bertindak jika ada aksi teror.

"Kewenangan mencegah pelaku dalam aksi sangat lemah," kata Setyo.

Dengan adanya RUU ini, maka Polri memiliki kewenangan lebih dalam mencegah aksi terorisme, yakni dapat menangkap terduga teroris melalui alat bukti dan analisis Polri.

Setelah melalui proses perdebatan panjang, DPR RI akhirnya mengesahkan hasil Revisi Undang-undang (RUU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme. Undang-undang tersebut disahkan langsung dalam sidang paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Agus Hermanto di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta,Jumat (25/5).

Baca juga: Perpres Pelibatan TNI Tanggulangi Terorisme Segera Dibuat

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement