REPUBLIKA.CO.ID, KUTAI KARTANEGARA --Badan Litbang dan Inovasi (BLI) Kementerian Lingkungan Hidup bersama bersama Yayasan Jejak Pulang mendirikan Orangutan Forest School atau Sekolah Hutan untuk Orangutan. Sekolah di KM 6 dan KM 7 Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Samboja ini merupakan tempat pendidikan dan rehabilitasi bagi individu orangutan secara langsung di alam.
Kepala Balitek KSDA Samboja Ahmad Gadang Pamungkas mengatakan, di tempat ini, orangutan diajarkan cara mengenali pakannya, bagaimana memperoleh pakan, kemampuan memanjat, membuat sarang, serta mengenali berbagai bahaya.
"Fasilitas ini merupakan langkah maju penuh optimis dalam jejaring kerjasama Balitek KSDA, Balai KSDA Kalimantan Timur dan Yayasan Jejak Pulang untuk Program Pusat Penelitian Orangtuan/Orangutan Research Centre (ORC) di KHDTK Semboja. Sebuah wahana yang bukan hanya sangat bermakna untuk konservasi orangutan, akan tetapi juga sebuah kesempatan besar untuk menghasilkan peneliti Indonesia yang ahli di bidang konservasi orangutan," kata dia melalui siaran pers, Jumat (25/5).
Pada lahan seluas 130 hektare tersebut, telah dibangun Portacamp yang berfungsi sebagai klinik, gudang buah, kamar bayi orangutan, ruang teknisi, pos pengamanan, rumah pengolahan kompos, dan kandang, serta beberapa fasilitas pendukung lainnya dalam proses pengerjaan.
Gadang menerangkan, selama ini bayi orangutan harus diangkut dari kandang karantina Arboretum Balitek KSDA, menuju sekolah hutan di KM 6. Dengan tersedianya fasilitas di KHDTK ini, bayi orangutan dapat langsung beraktifitas di lokasi sekolah hutan tanpa perlu mobilisasi.
"Hal ini akan mengurangi frekuensi perjumpaan orangutan dengan manusia, sehingga mempercepat proses pendidikan orangutan, untuk dapat tumbuh secara alami menyerupai kondisi alamiahnya di hutan," ujar dia.
Sementara Signe Preuschoft dari Jejak Pulang menyampaikan komitmennya untuk melaksanakan kegiatan rehabilitasi orangutan dan menjaga keamanan sekolah hutan.
"Kami sekuat tenaga menjaga keamanan Kawasan sekolah hutan orangutan dari berbagai ancaman dengan menyiapkan tenaga pengamanan 24 jam," kata dia.
Mereka juga memberlakukan non-contact policy bagi bayi orangutan demi keberhasilan program rehabilitasi orangutan. Setiap bayi orangutan membutuhkan waktu sekitar lima hingga tujuh tahun untuk siap mandiri dilepasliarkan di alam, tergantung kondisi kesehatan dan kemampuan masing-masing individu.
Selain sarana prasarana, sekolah orangutan juga didukung oleh dua orang dokter hewan, satu orang tenaga ahli perilaku satwa, satu orang ahli biologi, 15 orang teknisi dan 30 orang tenaga pengamanan sebagai pengelolanya.