REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga pemantau pemilu, Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), mendukung peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang melarang mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg). Menurut Koordinator Nasional JPPR Sunanto, kebijakan KPU tersebut merupakan langkah maju untuk mengatasi masalah demokrasi yang selama ini tak mampu diatasi.
"Jadi munculnya metode yang diusulkan KPU itu menjadi salah satu upaya untuk mengerem perilaku-perilaku politik yang selama ini tidak bisa diatasi secara politik," jelas Sunanto, Ahad (27/5).
Ia menuturkan, seharusnya kebijakan KPU ini mendapatkan dukungan baik dari DPR, pemerintah, maupun partai politik. Sebab, jika aturan ini tidak didukung oleh seluruh kalangan, maka menurutnya demokrasi Indonesia tak akan bisa maju.
Sunanto mengatakan, selama ini perilaku politik dari para politisi yang di luar batas belum bisa diatasi oleh partai politik. Karena itu, KPU berperan untuk membatasi perilaku politik para politikus yang bersikap di luar batas tersebut.
"Kami sebagai masyarakat sipil mendorong dan juga ikut sepakat bahwa itu bisa dijadikan salah satu cara untuk meminimalisir perilaku politik yang sudah mulai kebablasan," tambahnya.
Seperti diketahui, rencana KPU untuk melarang mantan narapidana kasus korupsi maju menjadi caleg justru mendapatkan banyak tentangan. Termasuk dari DPR, Bawaslu, dan juga pemerintah. Kendati demikian, KPU tetap bersikeras untuk memasukkan larangan tersebut dalam rancangan PKPU.
Komisioner KPU Ubaid Tanthowi menyampaikan akan segera mengirim rancangan PKPU kepada Kemenkum-HAM untuk disahkan. Menurut dia, Kemenkum-HAM hanya tinggal memberikan nomor pada peraturan tersebut. Komisioner KPU Wahyu Setiawan juga mempersilakan jika ada pihak yang ingin mengajukan gugatan uji materi atas aturan larangan itu.