Senin 28 May 2018 04:13 WIB

Soal Kreativitas, Menaker Berikan Contoh Negara Cina

Menaker Hanif Dhakiri menilai komunitas kurang berkembang karena inovasi dibatasi.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M Hanif Dhakiri mendengarkan dan coba memberikan solusi terhadap persoalan yang dihadapi komunitas anak muda di Kota Depok dalam mengembangkan kreativitas dan berinovasi. Selama ini komunitas otomotif, mural, musik, dan sebagainya yang ada di Kota Depok kesulitan dalam mendapatkan fasilitas untuk mengadakan kegiatan.

"Banyak persepsi negatif ke komunitas anak muda. Seperti komunitas mural. Mereka dianggap hanya corat coret tembok saja. Sebenarnya kita hanya tidak bisa mengarahkan mereka saja. Pemerintah belum melihat potensi anak muda," kata Menaker Hanif melalui pesan tertulis, Ahad (27/5).

Hanif mengakui, di Indonesia komunitas masih belum berkembang karena inovasi dibatasi oleh aturan yang berpihak kepada standar pabrikan. Sebab, hukum hanya melindungi standar pabrikan saja.

"Kita memang kurang kompetitif karena inovasi dibatasi. Di kita hukum melindungi standar pabrikan. Jadi jika ada produk hasil kreativitas seperti modifikasi motor atau mobil yang tidak sesuai standar pabrikan dianggap melawan hukum," ujar Menaker Hanif.

Menaker Hanif mencontohkan negara Cina. Basis ekonomi mereka berasal dari komunitas dan home industry. Prinsip mereka itu meniru dan modifikasi produk yang sudah mapan.

"Di Cina sepeda motor dipereteli. Lalu komunitas atau home industry ditawarkan untuk membuat masing-masing komponen sepeda motor. Mereka mampu dan diberikan target produksi setiap tahun. Dengan begitu ekonomi berjalan. Seharusnya kita bisa mencontoh Cina," ungkap Menaker Hanif.

Kesulitan juga dirasakan komunitas Pergerakan Muda Mudi Depok (PMMD) yang secara khusus bergerak di bidang pendidikan. Komunitas ini banyak membuat taman bacaan untuk masyarakat. Namun saat ini masih terkendala tempat dan dana.

Keluhan sama dirasakan komunitas musik di Depok. Pemusik dipandang sebelah mata, biaya bermusik mahal. "Kita tidak punya tempat untuk bermusik. Perizinan mengadakan kegiatan sulit dan mahal," ujar Udin dari Komunitas musik Manusia Sejuta Rencana.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement