Kasus Terlalu Banyak Makan Meningkat di Arab selama Ramadhan

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah

Senin 28 May 2018 18:58 WIB

Warga mencari takjil untuk berbuka puasa di stan bazar Ramadhan di Masjid Jami Matraman, Jakarta, Selasa (22/5). Foto: Republika/Putra M. Akbar Warga mencari takjil untuk berbuka puasa di stan bazar Ramadhan di Masjid Jami Matraman, Jakarta, Selasa (22/5).

REPUBLIKA.CO.ID, ABU DHABI -- Para dokter di Uni Emirat Arab mendesak masyarakat untuk tidak mengonsumsi secara berlebihan selama sahur dan berbuka puasa. Peringatan ini disampaikan mengingat unit gawat darurat di rumah sakit telah kedatangan pasien dengan jumlah dua kali lipat lebih banyak sejak awal Ramadhan yang diakibatkan makan berlebihan.

Dokter Umum di Bareen Hospital, Ola Nagi Ibrahim, menjelaskan, pihaknya menerima terlalu banyak pasien dengan berbagai jenis keluhan, dari sakit perut, muntah hingga diare. "Saat ini sudah terlalu banyak. Terkadang, pasien datang dalam satu keluarga secara bersamaan," ujarnya, dilansir di Khaleej Times, Senin (28/5).

Ibrahim menuturkan, sebagian besar kasus yang diterimanya adalah gastroenteritis, infeksi usus yang menyebabkan sakit perut parah, diare dan muntah. Setidaknya, 15 pasien datang ke unit gawat darurat setiap harinya pada Ramadhan ini. jumlah itu dua kali lipat lebih banyak dibanding dengan hari biasa.

Sebagian besar kasus diterima unit gawat darurat pada siang hari disebabkan dehidrasi dan sengatan matahari. Mereka membutuhkan resusitasi segera dengan cairan IV.

"Sedangkan, pada malam hari, terutama pasca buka puasa, kami banyak menerima kasus terkait gastroenteritis. Mereka terlalu banyak makan dan membutuhkan perawatan di rumah sakit," ucap Ibrahim.

Makanan yang tidak higienis juga menyebabkan peningkatan jumlah pasien. Makanan dapat dengan mudah rusak dan terinfeksi di musim panas. Ibrahin menganjurkan, agar tiap orang memastikan terlebih dahulu bahwa makanan yang hendak dikonsumsi memang sudah aman dan bersih.

 

'Makan berkualitas, bukan berkuantitas'

 

Asisten Kepala Departemen Gawat Darurat di Universal Hospital, Shaqfut Jalal, menuturkan, bangsalnya juga menerima lebih banyak pasien di Ramadhan. Sekitar enam sampai 10 pasien per hari terkait kasus gastritis dirawat di unit gawat darurat.

Ia memperingatkan, banyak orang lebih suka berbuka puasa di luar rumah yang terkadang dimasak dalam jumlah besar dan tidak higienis. "Makanan pedas juga menyebabkan lebih banyak kasus sakit perut di Ramadhan," ujar Jalal.

Penderita diabetes yang berpuasa tanpa konsultasi sebelumnya dengan dokter juga masuk ke rumah sakit. Mereka menderita gula darah rendah dengan gejala berkeringat dan pusing.

Jalal juga mencatat peningkatan korban luka bakar, terutama di kalangan asisten rumah tangga dan koki. Ia menekaankan, kebanyakan luka bakar disebabkan oleh memasak dengan sejumlah besar minyak dan sup yang tercecer dan tumpah di tangan maupun tubuh.

Jalal yang sebelumnya bekerja di rumah sakit umum mengatakan, departemen gawat darurat di rumah sakit pemerintah juga menerima lebih banyak korban kecelakaan pada Ramadhan. Terutama di saat menjelang dan tepat waktu berbuka puasa. "Tidak perlu terburu-buru jika sudah dekat waktu berbuka. Lebih baik terlambat dibandingkan menyesal," ujarnya.

Konsultan di Burjeel Hospital, Magdi Mohamed menuturkan, penting bagi orang untuk berbuka puasa dengan kurma, air dan makanan ringan seperti sup atau salad. Tidak berbicara tentang kuantitas, masyarakat harus lebih memperhatikan kualitas. Makanan harus rendah lemak agar mudah dicerna dan tidak menyebabkan sakit perut maupun dehidrasi.

Mohamed menambahkan, sekitar sepertiga dari semua pasien dalam keadaan darurat selama Ramadhan mengalami gangguan saluran pencernaan. "Kami melihat semakin banyak kasus karena jumlah makanan yang dikonsumsi semakin banyak sedangkan kualitasnya berkurang," tuturnya.

Terpopuler