REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hubungan Internasional dan Jurnalis Senior Endy Bayuni menilai Indonesia memiliki kesempatan untuk mengajukan resolusi terkait Rohingya. Hal ini jika terpilih sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan (DK) PBB mewakili kawasan Asia-Pasifik.
"Keanggotaan kita di DK PBB menjadi kesempatan untuk mengajukan resolusi terkait Rohingya, krisis kemanusiaan yang belum juga selesai dua tahun terakhir ini," kata Endy dalam diskusi publik "Menuju Indonesia Anggota Tidak Tetap DK PBB 2019-2020" di The Habibie Center Jakarta Selatan, Senin (28/5).
Menurut Endy, ASEAN sebagai organisasi kawasan yang seharusnya bertindak cepat dalam mengatasi krisis kemanusiaan yang dialami Etnis Rohingya di Myanmar tidak bisa berbuat banyak. Karena prinsip non-intervensi ASEAN pada masalah dalam negeri anggota.
"ASEAN terpenjara peraturan-peraturan dalam permainannya sendiri, selama ini Indonesia sebagai negara yang 'concern', dan beberapa negara lain ybergerak sendiri sehingga tidak efektif," kata dia.
Oleh karena itu, Indonesia diharapkan dapat berkontribusi menyelesaikan masalah Rohingya melalui Resolusi PBB saat terpilih sebagai Anggota Tidak Tetap DK PBB 2019-2020. "Keberadaan kita di PBB adalah 'high stage political game', 'benefit'-nya besar, tapi risikonya juga besar. Terutama terkait Rohingya yang melibatkan anggota ASEAN," ujarnya.
Di sisi lain, Endy mengatakan Indonesia akan mendapatkan kepercayaan internasional jika dapat menyelesaikan krisi kemanusiaan Rohingya melalui Resolusi DK PBB. "Ini menjadi kesempatan kita untuk mendapatkan 'credential' bahwa kita memang 'a true partner for world peace'," ucap dia mengutip slogan kampanye pencalonan Indonesia sebagai Anggota Tidak Tetap DK PBB.
Kampanye keanggotaan Indonesia dengan slogan "A True Partner for World Peace" atau Mitra Sejati Perdamaian Dunia memiliki program prioritas untuk menciptakan ekosistem perdamaian dan stabilitas global; sinergi antara agenda perdamaian dan pembangunan berkelanjutan; penanggulangan terorisme, radikalisme, ekstremisme; menjunjung prinsip dan tujuan Piagam PBB; serta menjalankan peran "bridge builder" di antara negara anggota PBB.
Jika terpilih dengan minimal 129 suara dalam pemungutan suara Sidang Umum PBB pada Juni 2018, Indonesia akan menjadi Anggota Tidak Tetap DK PBB untuk keempat kali setelah periode 1973-1974, 1995-1996 dan 2007-2008.
Diskusi publik The Habibie Center "Menuju Indonesia sebagai Anggota Tidak Tetap DK PBB 2019-2020" juga menghadirkan Direktur Eksekutif Institut Perdamaian dan Rekonsiliasi ASEAN (AIPR) yang juga mantan Wakil Tetap RI di PBB 2004-2007 Duta Besar Rezlan Ishar Jenie dan Pengamat Hubungan Internasional Universitas Padjajaran Dr Teuku Rezasyah.