REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gaji besar yang didapatkan pengurus Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) menimbulkan polemik. Menurut pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, akan lebih indah jika gaji tersebut sebagian disumbangkan kepada masyarakat kurang mampu.
"Kalau mereka bilang 'ah saya santunkan kepada yang lebih membutuhkan', lebih cakep lagi. Mereka kan sudah cukup sejahtera," ujar Yayat saat dihubungi, Selasa (29/5).
Akan tetapi, kata dia, semua itu kembali lagi kepada pejabat BPIP. "Apakah mereka menyadari betapa besar gaji yang nantinya akan mereka dapatkan itu," ucap dia.
Menurut Yayat, jangan terlalu berharap terlampau jauh Indonesia bisa mengikuti jejak Mahatir Muhammad yang memotong gaji pejabat negaranya untuk membayar utang. Asalkan tidak korupsi saja sudah bersyukur. Selain itu, menurut dia, pejabat negara kurang memiliki rasa peduli terhadap utang negara. Sehingga, akan bertambah atau berkurang pun tidak menjadi persoalan.
"Di kita rasanya mau utang berapa pun (masyarakat) tidak punya rasa kritis. Orang banyak yang pada korupsi tuh," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengeluarkan peraturan presiden yang mengatur tentang hak keuangan dan fasilitas bagi pimpinan, pejabat, dan pegawai BPIP. Diketahui bahwa dalam Perpres Nomor 42 tahun 2018 yang diunduh pada laman Setneg.go.id tertulis besarnya gaji Megawati Soekarnoputri sebesar Rp 112,548 juta.
Anggota Dewan Pengarah BPIP mendapat gaji Rp 100,811 juta. Mereka yang masuk dalam anggota Dewan Pengarah adalah, antara lain, KH Said Aqil Siradj, Try Sutrisno, KH Ma'ruf Amin, Ahmad Syafii Ma'arif, Muhammad Mahfud MD, Sudhamek, Andreas Anangguru Yewangoe, dan Wisnu Bawa Tenaya. Selain itu, Yudi Latif menjabat sebagai kepala BPIP.