REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan telah menerjunkan personil Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) untuk melakukan penyelidikan bekerja sama dengan pihak Kepolisian usai kejadian adanya informasi palsu soal bom oleh penumpang pesawat Lion Air JT 687 rute Pontianak-Jakarta, Senin (28/5). Penyelidikan akan menentukan sanksi hukum untuk pelaku.
"Kami telah menerjunkan personil PPNS untuk menyelidiki kasus informasi palsu soal bom oleh salah satu penumpang Lion Air JT 687 rute Pontianak-Jakarta. Nantinya dari hasil penyelidikan tersebut kita akan dapat menentukan sanksi hukum yang sesuai bagi penyebar informasi palsu," kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Baitul Ihwan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (30/5).
Lebih lanjut disampaikan Baitul, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi telah meminta personil PPNS untuk mengusut tuntas. Ia juga sangat berharap Kepolisian menindaklanjuti kejadian berupa informasi palsu terkait adanya bom sebagai implementasi UU Penerbangan.
"Pak Menhub telah minta PPNS mengusut tuntas dan mendorong pihak Kepolisian untuk memproses penyebar informasi palsu soal bom ini sesuai undang-undang yang berlaku. Ini dilakukan agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Ini sangat membahayakan penerbangan," ujarnya.
Baitul menyebut akibat kejadian ini tentunya tidak hanya menimbulkan kerugian yang sedikit. "Kejadian ini tentunya mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit. Selain keterlambatan penerbangan, kerugian moril-materiil, bergesernya jadwal penerbangan maskapai lain, dan juga kesadaran keamanan," ucap Baitul.
Ia menjelaskan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan sangat jelas disebutkan bahwa tindakan menyampaikan informasi palsu yang membahayakan penerbangan adalah tindakan yang dilarang dan terhadap pelanggaran ini pelaku dapat dituntut sanksi penjara.
"Ini semua sudah jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, di pasal 344 disebutkan tindakan ini dilarang karena membahayakan penerbangan. Bahkan di pasal 437 pelaku dapat dituntut dengan pidana penjara paling lama satu tahun," katanya.
Dia mengatakan terkait sanksi pelaku penyebar informasi palsu juga dapat dipenjara paling lama delapan tahun jika akibat tindakannya tersebut menyebabkan kecelakaan atau kerugian harta benda dan penjara paling lama 15 tahun jika akibat tindakannya hingga menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.
Pada kesempatan yang sama Baitul mengimbau agar seluruh masyarakat dapat bersama-sama turut menjaga keselamatan dan keamanan transportasi dengan tidak bercanda terkait bom ataupun bahan peledak. Baitul juga meminta agar masyarakat lebih bijak dalam bersikap dan mengikuti arahan petugas atau awak moda transportasi di lapangan.