REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Mas Alamil Huda
Status pembelian lahan di Rumah Sakit Sumber Waras masih belum jelas meski Pemprov DKI mendapat predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Permintaan BPK agar pemprov meminta kembali dugaan kerugian ratusan miliar dari proses jual beli lahan di Jalan Kyai Tapa Nomor 1 RT 10 RW 10 Kelurahan Tomang, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat, belum terpenuhi.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan, BPK dalam rekomendasinya memang meminta Pemprov DKI menagih dugaan kerugian daerah sebesar Rp 191,33 miliar dari harga total pembelian sebesar Rp 800 miliar. Namun, Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) selaku penjual enggan mememenuhi permintaan tersebut.
Sampai saat ini, rekomendasi BPK agar pengembalian dugaan kerugian keuangan daerah belum terpenuhi. Namun, lanjut Sandiaga, Pemprov DKI menempuh pilihan kedua, yaitu membatalkan transaksi jual beli. Semua proses untuk pembatalan tersebut dilimpahkan ke Biro Hukum Pemprov DKI.
"Nah, itu tentunya oleh BPK dianggap cukup. Tapi, oleh kita tentunya harus ada upaya-upaya lanjutan," kata Sandiaga di Balai Kota DKI, Rabu (30/5).
Sandiaga tak menjelaskan upaya lanjutan yang akan dilakukan. Pasalnya, hal itu sudah masuk ranah teknis yang akan dilakukan anak buahnya di lingkungan Pemprov DKI. Sebab, kata Sandiaga, dari segi keuangan proses dilakukannya pembatalan sudah dianggap memenuhi tindak lanjut dari temuan BPK.
Pembelian lahan di Rumah Sakit Sumber Waras sempat membuat BPK dan mantan gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok berpolemik. BPK bersikukuh bahwa pengadaan tanah RS Sumber Waras tidak melalui proses yang memadai. Tapi, Ahok Melawan. Ia membantah pembelian ini dianggap penyelewengan.
BPK dalam temuannya menyebut proyek ini terindikasi merugikan daerah senilai Rp 191,33 miliar. Jumlah tersebut adalah hasil audit investigatif BPK atas permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
BPK juga merekomendasikan Pemprov DKI membatalkan pembelian tanah RS Sumber Waras seluas 36.410 meter persegi (m2) dengan pihak YKSW. Rekomendasi itu untuk memulihkan indikasi kerugian daerah minimal senilai Rp 191,33 miliar atas selisih harga tanah dengan penawaran dari PT Ciputra Karya Unggul (CKU).
Sandiaga menambahkan, selain Sumber Waras, ada pula catatan 'merah' dari BPK, yakni terkait pembelian lahan di Cengkareng Barat yang juga berpolemik pada era Ahok. Dia menyebut, lahan di Cengkareng Barat tersebut sebetulnya tercatat di Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian DKI.
Namun, lanjut Sandiaga, lahan tersebut dicaplok pihak ketiga dan dijual ke Dinas Perumahan DKI. Terkait pembayaran yang dilakukan Dinas Perumahan ke pihak ketiga tersebut, Sandiaga menegaskan, Pemprov DKI sedang melakukan upaya hukum terhadap oknum yang menguasai tanah itu.
"Nanti Biro Hukum yang akan menjelaskan sampai di mana upaya hukum tersebut."
Kepala Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) DKI Achmad Firdaus mengatakan, perbaikan sistem pencatatan aset memang mulai dilakukan sejak kepemimpinan Gubernur Anies Rasyid Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga. Seluruh aset milik Pemprov DKI yang tetap maupun lainnya tercatat di sistem yang terintegrasi. Semua sertifikat aset, kata dia, wajib didigitalisasi.
"Sehingga, nanti dokumen-dokumen tercatat, ada hard copynya, soft copynya juga. Aset itu lokasinya di mana, titik koordinatnya jelas. Kemudian, ada foto udaranya," katanya.
Achmad menambahkan, pengamanan aset akan dilakukan dengan cara. Pertama, pengamanan dilakukan secara administrasi dengan mendigitalisasi sertifikat serta yang belum ada wajib disertifikasi. Sementara, yang kedua juga dilakukan pengamanan secara fisik. Artinya, di lokasi aset dilakukan pemagaran hingga pemasangan plang kepemilikan.
Sensus aset
Achmad menuturkan, BPAD DKI berencana melakukan sensus terhadap semua aset milik Pemprov DKI. Menurut dia, sensus tersebut sangat penting untuk dilakukan supaya seluruh aset yang dimiliki oleh Pemprov DKI tercatat dengan baik dan menyeluruh.
"Agar penanganan aset lebih jelas, menyeluruh, dan maksimal, kami akan lakukan sensus terhadap semua aset milik Pemprov DKI mulai tahun ini," ujar Achmad.
Lebih lanjut, dia menuturkan, sensus aset tersebut juga dilakukan sebagai salah satu upaya BPAD DKI dalam rangka membenahi aset Pemprov DKI. Terlebih, sambung dia, BPK telah memberikan opini WTP kepada Pemprov DKI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran (TA) 2017.
Dalam sensus tersebut, pihaknya akan berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu yang memiliki Sistem Informasi Manajeman Akuntansi Keuangan Barang Milik Negara (SIMAK BMN).
"Dengan begitu, sistem aset yang dimiliki Pemprov DKI dapat terhubung dengan SIMAK BMN dan DJKN dapat mengetahui jumlah aset," ujar Achmad.
(antara, Pengolah: erik purnama putra).