REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Presiden Joko Widodo tampaknya masih kesal dengan isu yang menyebut bahwa dia masuk dalam Partai Komunis Indonesia (PKI). Isu yang terus digulirkan oleh oknum tak bertanggung jawab di berbagai media sosial tak sedikit membuat masyarakat percaya bahwa Joko Widodo adalah seoarang PKI.
Dalam beberapa waktu terakhir, Jokowi, sapaan akrabnya, mulai memberikan pernyataan secara langsung kepada masyarakat yang dia temui bahwa dirinya bukanlah seorang PKI. Terbaru, Jokowi menyatakan bahwa dia tidak masuk sebagai anggota PKI maupun terpapar partai komunis tersebut saat membagikan sertifikat tanah.
"Saya itu kan lahir tahun '61 (1961), PKI itu dibubarkan tahun '65 (1965). Saya kan waktu itu masih balita, masa ada PKI balita," ujar Jokowi saat membagikan sertifikat tanah di gedung Asrama Haji, Bekasi, Kamis (31/5).
Menurut Jokowi, SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan) memang menjadi isu langganan yang dilakukan pelaku politik menjelang pemilihan kepala daerah maupun pemilihan presiden. Sebab, saat dia maju dalam pemilihan presiden 2014 lalu isu seperti ini sudah banyak dilakukan lawan politik maupun masyarakat yang tidak menyukainya. Jokowi memprediksi isu ini akan terus dimainkan hingga pemilihan presiden tahun depan.
Tuduhan lain yang juga ditujukan kepada Jokowi adalah informasi bahwa dia merupakan anak dari seorang Cina dari Singapura bernama Oey Hong Lion. Mantan wali kota Solo ini pun menegaskan bahwa dia merupakan warga asli Indonesia keturunan Jawa, sang ayah merupakan orang desa dari Karanganyar dan sang ibu asli Boyolali.
"Jadi, kalau ada yang percaya isu ini, saya sedih sekali," ucapnya.
Jokowi tak berdiam diri melihat isu i semakin ramai dipergunjingkan masyarakat. Sayangnya meski dia kerap melontarkan bahwa isu tersebut tidak benar, masih banyak masyarakat dari berbagai kalangan yang percaya dengan permainan politik yang sengaja dibentuk menjadi opini publik. Walaupun dia menilai sebagian besar masyarakat Indonesia sudah dewas menyikapi isu miring tersebut.
Dia pun meminta lawan politik dan masyarakat yang memiliki hak memilih pemimpin bisa menggunakan logika sebaik mungkin. Jangan sampai isu seperti ini dikembangkan terus untuk membunuh karakter seseorang yang akan mencalonkan diri sebagai seorang pemimpin daerah maupun presiden.
Jokowi pun menghimbau agar para politisi bisa ikut serta mencerdaskan masyarakat karena pilihan politik harus jernih dan sehat untuk menghasilkan pemimpin yang baik. Jangan sampai masyarakat dibawa ke arus yang tidak benar dan menjadikan isu SARA berkembang.
"Mestinya dalam pemilihan ini adu program, adu gagasan, adu ide, adu prestasi, rakyat diajak ke sana. Jangan memakai isu-isu yang seperti itu (SARA), tapi saya heran masih saja rakyat kita itu ada yang percaya," papar Jokowi.
Jokowi pun mempersilakan masyarakat untuk menggunakan hak politik untuk dipilih dan memilih. Pilihah pemimpin daerah yang memang dianggap paling baik dalam membangun daerahnya. Kebebasan memilih menjadi hak yang diatur oleh konstitusi dan selayaknya dipergunakan dengan bijak. Namun, jangan sampai perbedaan keyakinan kepada calon pemimpin membuat persatuan dan kesaturan di masyarakat terpecah belah.