Kamis 31 May 2018 16:51 WIB

Industri Semen Tercekik Aturan Pemerintah Soal Impor

Pembangunan infrastruktur dianggap tak terlalu berimbas pada serapan semen.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Ani Nursalikah
 Sejumlah pekerja melakukan bongkar muat semen di Pelabuhan Sunda Kelapa Jakarta. (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Sejumlah pekerja melakukan bongkar muat semen di Pelabuhan Sunda Kelapa Jakarta. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Pelaku industri semen di Indonesia mengeluhkan kebijakan pemerintah soal perluasan impor clinker (klinker) semen dan semen biasa oleh pemain domestik. Aturan yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 Tahun 2018 ini memberi peluang bagi industri dalam negeri untuk memperoleh bahan klinker dan semen dari pasar internasional. Padahal, persediaan klinker dan volume produksi semen di Indonesia masih berlebih dibanding permintaan yang ada.

Komisaris PT Semen Padang Khairul Jasmi menilai, dukungan pemerintah terhadap industri semen dalam negeri seharusnya diwujudkan melalui penguatan pasar domestik. Kebijakan soal impor klinker, menurutnya, justru membunuh secara perlahan industri semen domestik. Khairul menagih keberpihakan pemerintah terhadap industri semen dalam negeri, khususnya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di industri ini. Apalagi saat ini pasar Indonesia diramaikan dengan perusahaan semen asing.

"Kita punya klinker juga, kenapa harus diimpor? Kan bisa dibeli dan harga lebih murah. Nah dia impor. Celaka lagi impor semen. Aturan itu harus dicabut. Impor klinker dan semen ke Indonesia kan sama dengan mengirim bawang ke Brebes," kata Khairul di Wisma Indarung PT Semen Padang, Kamis (31/5).

Khairul menyatakan akan berupaya melakukan dialog dengan pemerintah pusat. Ia mengingatkan pemerintah bahwa BUMN yang bergerak di industri semen saat ini harus berkompetisi dengan pelaku industri asing. Pembangunan infrastruktur yang digaungkan pemerintah beberapa tahun belakangan juga dianggap tak terlalu berimbas pada kenaikan serapan semen.

"Kita bangun infrastruktur namun semen berlebih. Kenapa? Karena pemerintah membuka pabrik semen asing dan sekarang dibuka impor. Ini sebabkan paradoksal ketika pemerintah bilang bangun infrastruktur namun semen tak laku," kata Khairul.

Direktur Keuangan PT Semen Padang, Tri Hartono Rianto, menambahkan sengitnya persaingan di dalam negeri membuat perusahaan harus rela menjual semen dengan harga yang bersaing pula. Padahal di sisi lain harga batu bara sedang melonjak dan membuat biaya produksi menukik tajam. Kondisi ini membuat kinerja keuangan perusahaan tak semulus angka produksi dan penjualan yang tetap tumbuh positif.

Tri mengatakan, pada 2017 laba bersih nyaris seluruh pemain industri semen turun 50-55 persen. Laba bersih PT Semen Indonesia (persero) sebagai induk Semen Padang misalnya, anjlok separuh dari Rp 4 triliun di 2016 menjadi Rp 2 triliun di 2017. Khusus Semen Padang sendiri, laba bersihnya terkoreksi 30 persen.

"Memang karena persaingan ketat maka mau tau mau kita harus atur strategi," katanya.

Sejumlah jurus pun disiapkan, terutama melakukan transformasi manajemen keuangan alias efisiensi. Tak hanya itu, Semen Padang juga mengincar beberapa proyek infrastruktur yang sedang digarap di Pulau Sumatra, termasuk pembangunan tol Padang-Pekanbaru. Peluang pasar lainnya adalah proyek-proyek pembangunan di desa yang memanfaatkan alokasi dana desa dari pusar. Di Sumbar sendiri, terdapat alokasi dana desa sebesar Rp 40 miliar.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement