REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Kegiatan pesantren kilat (Sanlat) Ramadhan di salah satu sekolah di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat cukup unik. Pasalnya sekolah tersebut memberikan materi mengenai kesiapsiagaan menghadapi bencana khususnya gempa bumi.
Kegiatan sanlat Ramadhan dengan tema siaga bencana ini digelar SMP Khalifah Boarding School Pesantren Tahfidz yang berlokasi di Kampung Cisande Hilir, Desa Cijengkol Kecamatan Caringin, Kabupaten Sukabumi Kamis (31/5) sore. Para santri di pesantren tersebut bahkan mengikuti simulasi bencana gempa bumi.
Kepala Sekolah SMP Khalifah Boarding School dan Pesantren Tahfidz, Hendar Ali Irawan mengatakan, sanlat dengan materi kebencanan ini sebagai bahan pembekalan dan edukasi untuk para santri tentang potensi risiko bencana yang ada disekitarnya. Sukabumi termasuk daerah rawan bencana termasuk seringkali terjadi gempa, imbuh dia kepada wartawan.
Oleh karena itu lanjut Hendar, sekolah memberikan materi tersebut disamping pengetahuan agama yang sudah biasa disampaikan. Ia mengatakan materi siap siaga menghadapi bencana ini penting.
Infografis Nuzulul Quran
Hendar menuturkan di beberapa negara modern seluruh warganya sudah menyiapkan diri baik kesiapan individunya maupun inprastrukturnya. Sehingga kegiatan simulasi bencana tersebut harus selalu diajarkan.
Para santri diberikan pendidikan tentang kesiapsiagaan bencana mulai sejak dini, IMBUH Hendar. Targetnya para santri tidak panik saat terjadi bencana dan mengetahui cara untuk menyelamatkan diri dengan embuat jalur evakuasi di sekolah. Hal ini sebagai jalan untuk meminimalisir dampak dari bencana tersebut.
Salah satu santri, Azqia Humaira Ramly mengatakan, materi mengenai kebencanaan ini sangat penting. Selama ini jika terjadi gempa biasanya panik, cetus dia. Sehingga kini para santri mengetahui apa yang harus dilakukannya.
Contohnya bila terjadi gempa di kelas para santri jangan panik. Melainka mereka harus tenang dan lindungi kepala serta berlindung di bawah meja belajar dan mengikuti arahan guru jika harus lari ke tempat terbuka.
Humas Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Sukabumi Atep maulana menuturkan, kegiatan ini merupakan rangkaian dalam mengisi kegiatan bulan suci Ramadhan. Kegiatan ini dilakukan ntuk memberikan pemahaman kepada para santri tentang ilmu dasar kesiapsiagaan kebencanaan, imbuh dia.
Sekaligus lanjut Atep, membangkitkan semangat para santri untuk siap siaga menghadapi segala kemungkinan yang bisa saja terjadi. Khususnya di lingkungan pondok pesantren yang berada di wilayah rawan bencana.
Di Lampung, setiap tahun memasuki bulan Ramadhan, mahasiswa aktivis Masjid Al-Wasii Kampus Universitas Lampung (Unila) menggelar Pesantren Kilat (Sanlat) bagi anak Sekolah Dasar (SD). Setiap akhir pekan, santri sanlat wajib menyetorkan hafalan Alquran Juz 30.
''Seperti biasanya, pesantren kilat anak SD kami gelar setiap akhir pekan, Sabtu dan Ahad pada pekan kedua bulan Ramadhan,'' kata Alif Setiawan, salah seorang pengurus aktivis Masjid Al-Wasii Kampus Unila kepada Republika.co.id di Bandar Lampung, Ahad (20/5).
Menurut dia, para santri sanlat datang dari berbagai SD di Kota Bandar Lampung dan daerah. Orang tua mereka sengaja mendaftarkan anaknya untuk ikut santri sanlat di Masjid Al-Wasii, yang digelar setiap Sabtu dan Ahad setiap pekan. Setelah diberi bekal pendidikan agama dan baca Alquran, para santri mulai digenjot untukmenghapal surat-surat dalam Juz 30 dan disetorkan ke ustadnya.
Untuk program menghafal Alquran khususnya Juz 30, santri sanlat SD tersebut sangat antusias. Peserta sanlat sangat berlomba untuk bisa hafalan lebih banyak dari rekan lainnya, agar dapat memeroleh prestasi.''Mereka antusias mengikuti setoran hafalan, bahkan ada keluarga yang dari daerah sengaja menginap di Kota Bandar Lampung untuk ikut setoran tersebut,'' ujar Alif, mahasiswa semester akhir Fakultas Teknik Arsitektur Unila tersebut.
Selain menghafal Alquran, Alif mengatakan, para santri SD sanlat juga diajarkan memanah sesuai dengan perintah Rasulullah saw. Dalam kegiatan tersebut, dengan bimbingan para mahasiswa dan mahasiswi, para santri satu per satu diajarkan memanah di sebuah lapangan.
Mahasiswa berusia 23 tahun tersebut mengatakan penyelenggaraan sanlat di Masjid Al-Wasii masih terkendala waktu bagi peserta anak SD, sehingga program agama yang diberikan belum maksimal, sehingga membutuhkan waktu lanjutan, agar materi yang telah diberikan bisa berlanjut dan tidak terputus.