Jumat 01 Jun 2018 12:54 WIB

Perlu Mindset Baru tentang Petani dan Pertanian

pada zaman nabi, para petani mungkin umumnya menjadi muzaki.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Agung Sasongko
Petani
Foto: Panca/Republika
Petani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Forum Zakat (FOZ) menggelar Focus Group Discussion (FGD) tentang Kesejahteraan Petani: Ketahanan Pangan, Impor Beras dan Zakat Fitrah di Hotel Alia Cikini, Jakarta, Kamis (31/5). Pemimpin Redaksi Republika, Irfan Junaidi yang menjadi salah satu narasumber di FGD berpandangan perlu ada mindset baru tentang petani dan pertanian.

Irfan mengatakan, di dunia media, narasi tentang petani dan pertanian biasanya kesedihan dan keprihatinan. Padahal kalau melihat hadis yang berbicara tentang zakat, ukuran untuk menghitung zakat salah satunya hasil pertanian.

"Menurut saya, itu indikasi pada masa itu petani suatu profesi yang bagus sehingga penghasilan dia dijadikan indikator untuk orang membayar zakat," kata Irfan saat menjadi narasumber di FGD tentang Kesejahteraan Petani, Kamis (31/5).

Ia menerangkan, pada zaman nabi, para petani mungkin umumnya menjadi muzaki. Tapi sekarang di kampung-kampung biasanya petani menjadi mustahik. Biasanya petani menanam padi kemudian gabah hasil panennya dijual ke penadah dengan harga rendah saat musim panen.

Kemudian para muzaki membeli beras dari penadah untuk membayar zakat fitrah. Akhirnya beras dari para muzaki disalurkan lagi ke petani yang menjadi mustahik. Di sini yang mendapatkan keuntungan bukan para petani yang menanam padi, tetapi penadahnya.

photo
Seorang petani menjemur jagung pakan ternak saat panen di kebun miliknya di Desa Lueng Baro, Kecamatan Woyla Barat, Aceh Barat, Aceh, Rabu (30/5).

"Sehingga wajar kalau kemudian muncul narasi-narasi yang negatif (kesedihan-red) tentang petani dan pertanian," ujarnya.

Irfan menjelaskan, yang bercerita tentang pertanian adalah Nabi Yusuf ketika menafsirkan mimpi melihat tujuh ekor sapi yang gemuk dan tujuh ekor sapi yang kurus. Di situ muncul gagasan produk pangan harus dimanajemen untuk menghadapi situasi yang susah (masa paceklik).

Dikatakan dia, peran media menarasikan itu, artinya media bisa mulai membuat narasi-narasi tentang pertanian yang lebih positif dan menggembirakan. Sehingga kelak generasi selanjutnya bisa didorong untuk kembali menjadi petani. Supaya bisa mengamankan persediaan pangan.

"Kalau persediaan itu (hasil pertanian) melimpah di sekitar kita, maka tidak perlu lagi ada disquite antara Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan soal ini stok (beras) cukup atau kurang, yang satu ingin impor (beras), yang satu gak mau impor," ujarnya.

Irfan menegaskan, maka harus ada mindset baru tentang petani, pertanian dan pangan. Supaya tidak lagi khawatir soal ketersediaan pangan. Juga supaya petani yang sekarang menjadi mustahik bisa menjadi muzaki. Bayangkan kalau semua petani yang ada di Indonesia menjadi muzaki.

"Kami sebagai media punya tugas menjadi bagian dari elemen yang mengenalkan dan mensosialisasikan atau mendidik masyarakat, secara tidak langsung kami menjalankan peran seperti guru di sekolah," ujarnya.

Ketua Umum FOZ, Bambang Suherman berpandangan, Lembaga Amil Zakat (LAZ) menjadi salah satu instrumen penting dalam meningkatkan kesejahteraan petani melalui program-program pemberdayaan petani di berbagai daerah. Program pemberdayaan petani padi juga telah dilakukan oleh LAZ Al-Azhar Peduli Umat yang juga anggota FOZ.

 

photo
Petani

"LAZ Al-Azhar Peduli Umat mewujudkan ketersediaan pangan nasional sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani desa melalui program Desa Gemilang," kata Bambang melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id, Kamis (31/5).

FOZ menginformasikan, LAZ Al-Azhar Peduli Umat melakukan pemberdayaan masyarakat desa secara terpadu berdasarkan potensi yang ada di masyarakat dalam suatu kawasan. Lebih dari 11 ribu orang petani padi telah terbantu melalui program Desa Gemilang.

Petani-petani binaan LAZ Al-Azhar Peduli Umat mampu menghasilkan produksi beras sebanyak sekitar 8.600 ton setiap panen. Hal ini menjadi bukti pendayagunaan dana zakat untuk pemberdayaan petani padi di desa sangat berdampak.

Drs. K. H. Nasruddin Razak dalam bukunya Dienul Islam mengatakan, zakat merupakan rukun Islam yang tak terpisahkan dari kewajiban muslim untuk menjalankannya. Jangan berpikir kalau berzakat itu akan memberatkan diri di tengah ekonomi yang sulit. Sesungguhnya, banyak hikmah yang dapat dipetik seseorang jika menunaikan zakat.

photo
Infografis Menghitung Had Kifayah Zakat

Pertama, membayar zakat  menunjukkan rasa syukur seseorang kepada Tuhan Sang Maha Esa atas segala berkah dan nikmat yang telah diberikan. Umat yang taat ialah yang pandai bersyukur, sehingga pahala kan mengalir ke dalam dirinya.

Kedua, zakat dapat membersihkan rohani dan jiwa dari sifat bakhil, kikir dan rakus. Sesumgguhnya, di dalam hartamu terdapat hak orang lain. Berzakat membuat seseorang memiliki jiwa dermawan.

Kemudian, di dalam struktur ekonomi Islam, sifat perjuangan Islam ialah berorientasi kepada kepentingan kaum dhu’afa (kaum lemah). Umat muslim seyogyanya saling membantu dan meringankan beban saudara se-iman.

Zakat mengajarkan bahwa kemiskinan haruslah dihilangkan, karena sebagai sumber kejahatan dan kekufuran. Kemiskinan akan memengaruhi seseorang untuk bertindak buruk seperti mencuri, membunuh dan menipu.

“Kemelaratan mendekatkan kepada kekafiran.” (Hadits riwayat Abu Na’im)

Terakhir, zakat sebagai alat menghilangkan jurang pemisah anatara si kaya dan si miskin, antara si kuat dan si lemah, sehingga tumbuhlah rasa saling menyayangi dan menghormati.

“Orang-orang nukmin itu dalam saying-menyayangi dan santun-menyantuni, tak ubahnya bagaikan satu tubuh yang apabila menderita satu anggota dari tubuh itu akan menderita pula seluruh tubuh itu dengan tidak dapat tidur dan demam.” (Hadits riwayat Muslim)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement