REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Tim pengacara kasus candaan bom di maskapai Lion Air Flight JT 687, dengan tersangka Frantinus Nirigi (FN), mengharapkan adanya pemeriksaan serius dari penyidik PPNS Kemenhub terhadap kru maskapai tersebut yang terdiri dari kapten pilot, pilot, kopilot, dan seluruh awak kabin. Kru pesawat yang harus diperiksa adalah kapten pilot, pilot, kopilot, dan seluruh awak kabin Lion Air Flight JT 687 tanggal 28 Mei 2018.
"Karena awak kabin yang menyebabkan kepanikan dan kekacauan dalam pesawat sehingga menimbulkan korban luka. Dan Kapten Pilot bertanggung jawab memastikan keamanan penerbangan," kata Marcelina Lin, mewakili tim Penasihat hukum FN dalam siaran pers yang diterima Antara di Pontianak, Jumat (1/6).
Tim penasihat hukum meminta Penyidik PPNS Kemenhub memeriksa dengan sangat serius, semua kru dan penumpang yang tempat duduknya berada dekat dengan FN dalam pesawat Lion Air Flight JT 687, penerbangan tanggal 28 Mei lalu. Selain itu, tim penasihat hukum mengungkapkan pada Kamis (31/5), kasus FN sudah dilimpahkan ke PPNS Kementerian Perhubungan, dan proses itu memakan waktu hampir 10 jam.
"Tetapi sangat kami sayangkan, tidak ada pemeriksaan tambahan," kata Marcelina lagi.
Sementara pada pemeriksaan tanggal 28 Mei, FN tanpa didamping penasihat hukum. Tim penasihat hukum baru melakukan pendampingan pada tanggal 29 Mei. Karena itu, tim penasihat meminta adanya berita acara pemeriksaan (BAP) ulang.
"Karena menurut pasal 56 ayat 1 KUHAP, ancaman hukuman di atas 5 tahun, FN harus didampingi penasihat hukum," katanya menambahkan.
Terkait kasus yang dialami FN, alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politiak Univeristas Tanjungpura tersebut, tim penasihat hukum mengucapkan terima kasih kepada teman-teman FN terutama dari Fisip Untan, perkumpulan mahasiswa Papua, dan semua pihak yang terlibat dalam aksi solidaritas pada 31 Mei di bundaran Digulas Untan.
Karena aksi itu menurut tim penasihat hukum, mendukung serta menguatkan FN dalam menjalani proses hukum yang sedang dialami. "Kami mohon dukungan supaya FN bisa bebas sebagaimana kasus candaan bom yang lain," kata Marcelina lagi.
Menurut tim pengacara, setidaknya ada 11 kasus serupa "candaan bom" yang belum pernah diproses secara hukum. Kasus-kasus itu yakni pada 2 Mei 2018 di maskapai Lion Air, 5 Mei 2018 di Lion Air, 12 Mei 2018 di Lion Air, 16 Mei 201i di Lion Air dan Batik Air, 1 hari ada 3 kejadian. Kemudian pada 17 Mei 2018 di Lion Air, 18 Mei 2018 di Lion Air, 23 Mei 2018 di maskapai Garuda Indonesia (melibatkan oknum Anggota DPRD Banyuwangi), 27 Mei 2018 di Lion Air, dan 28 Mei 2018 di Lion Air.
"Kasus yang terakhir adalah yang menimpa FN. Berbagai kasus itu tidak ada yang berbeda dengan yang dilakukan FN, candaan bom. Yang berbeda adalah, kapten pilot dan awak kabin menyebabkan kepanikan penumpang. Ini menunjukkan mereka tidak profesional. Bagaimana mereka tidak memercayai Avsec (aviation security) bandara? Artinya pihak Lion Air tidak memiliki SOP yang jelas," katanya lagi,
Sedangkan kasus yang melibatkan dua anggota DPRD Banyuwangi yang bercanda tentang bom saat penerbangan pesawat Garuda di Bandara Banyuwangi pada 23 Mei 2018, dari berbagai pemberitaan, kedua oknum DPRD tersebut sampai tiga kali mengatakan ada bom. Tetapi karena faktanya itu hanya bercanda, oknum anggota DPRD itu bebas.
Tim penasihat hukum memohon doa dan dukungan masyarakat supaya FN diperlakukan adil. "FN tidak berteriak yang menyebabkan kepanikan, tetapi pengumuman untuk evakuasi penumpang oleh awak kabin yang menyebabkan kekacauan, kepanikan, dan menimbulkan korban luka," katanya lagi.