REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjalani ibadah puasa Ramadhan di negeri orang memiliki kesan dan pengalaman tersendiri yang memang tentu berbeda dengan di kampung halaman. Di Korea Selatan, ibadah puasa Ramadhan dirasakan lebih berat bagi warga negara Indonesia (WNI) yang menetap di sana dibandingkan di Indonesia.
Karena di Negeri Ginseng ini, durasi puasa harus dilalui selama sekitar 16 jam. Sementara di Indonesia, rentang waktu puasa ialah sekitar 13 jam.
WNI di Korsel yang berjumlah sekitar 38 ribu umumnya merupakan pekerja, yang bekerja di bidang manufaktur. Mereka umumnya tinggal di mes yang disediakan pabrik.
Di sana, Muslim WNI memulai puasa sejak batas waktu imsak pada pukul 3.20 dan baru berbuka puasa (Iftar) pada pukul 19.40 waktu Korea. Sementara itu, tidak ada keringanan pengurangan jam kerja bagi pekerja di Korea.
Kegiatan buka puasa bersama di Masjid Itaewon Seoul, Sabtu (19/5), yang diikuti oleh seribu umat muslim yang tinggal di Korea Selatan.
Meski begitu, Ramadhan menjadi momen yang penuh dengan kehangatan. Meskipun, mereka harus menjalani bulan suci Islam tersebut jauh dari sanak keluarga. Dai Ambassador Cordofa 2018 di Korea Selatan, Ustaz Alnofriandi Dinar, mengatakan kebersamaan di sana begitu kuat saat Ramadhan. Karena setiap hari mereka bisa saling bertemu saat menikmati Iftar.
Terlebih di akhir pekan, salah satu masjid yang diinisiasi dan dikelola oleh WNI, Masjid Al-Ikhlas Yongin di kawasan Gyeonggi, dipenuhi oleh umat Muslim yang hendak berbuka puasa bersama. Mereka yang datang merupakan WNI dan juga warga negara lainnya. Di akhir pekan, Ustaz Alnof mengatakan banyak wajah-wajah Arab, India, Pakistan, Bangladesh, dan negara pecahan Rusia seperti Uzbekistan dan Tajikistan, ikut serta dalam Iftar weekend.
"Karena hari Ahad, semua pekerja libur. Mereka memilih tidur di masjid dan mengikuti kegiatan-kegiatan ke-Islaman sepanjang hari dibanding berdiam diri di mes-mes mereka di pabrik," kata Ustaz Alnof, saat dihubungi Republika.co.id.
Setelah jamaah berkumpul dan bersiap untuk Iftar, Ustadz Alnof kemudian menyampaikan taushiyah singkat dengan bahasa Arab dan bahasa Indonesia yang diselingi dengan bahasa Inggris. Menurutnya, ceramah mesti disampaikan dalam 3 bahasa, karena tidak semua jamaah paham bahasa Indonesia. Di penghujung taushiyah, Ustaz Alnof langsung memimpin do'a.
Setelah ta'jil selesai, semua jamaah bersiap-siap menunaikan shalat magrib berjamaah. Selesai shalat, pelaksanaan ifthar dilanjutkan dengan maka nasi bersama di dalam nampan yang dibagi per empat orang.
Kegiatan buka puasa bersama di Masjid Itaewon Seoul, Sabtu (19/5), yang diikuti oleh seribu umat muslim yang tinggal di Korea Selatan.
Yang menarik, makanan berbuka puasa yang dihidangkan merupakan menu masakan Indonesia, yang juga dimasak oleh orang Indonesia. Bagi WNI di sana, tentu ini menjadi pengobat rindu akan masakan kampung halaman.
"Muslim dari berbagai bangsa menikmati makanan Indonesia, mereka harus menerima masakan Indonesia. Makan berjamaah yang mendekatkan hati ini terasa indah dengan canda tawa Bani Adam dari berbagai bangsa. Tidak ada batas diantara mereka. Semua bercengkrama layaknya orang yang berasal dari satu kampung yang sama," lanjutnya.
Pukul 20.30 Waktu Korea atau satu jam sebelum waktu Isya, Ustaz Alnof kembali mengkondisikan jamaah untuk mengikuti kajian sebelum Isya. Kajian tersebut dibagi menjadi 2 sesi, yakni pemaparan materi oleh Dai dan tanya jawab.
Kegiatan buka puasa bersama di Masjid Itaewon Seoul, Sabtu (19/5), yang diikuti oleh seribu umat muslim yang tinggal di Korea Selatan.
Setelah menjalankan shalat Isya berjamaah, jamaah lantas melanjutkan shalat Tarawih yang dimulai pukul 10.00 malam waktu Korea. Usai shalat Witir, Dai Ambassador Cordofa ini berbaur dengan jamaah dan melanjutkan tilawah Alqur'an.
"Halaqah tilawah Alqur'an selesai, jamaah masjid yang bertugas memasak menghadirkan menu ringan dan semangka untuk snack para jamaah yang tilawah," tambahnya.
Masjid Al-Ikhlas merupakan salah satu masjid yang paling makmur di wilayah utara Korea Selatan. Masjid ini adalah salah satu masjid yang diinisiasi dan dikelola Muslim WNI.
Hingga saat ini, Ustaz Alnofriadi mengatakan sudah ada 59 masjid yang diinisiasi dan dikelola oleh WNI di seluruh kota di Korea Selatan. Lima diantaranya sudah permanen dan terpisah dari bangunan lain.
Kegiatan buka puasa bersama di Masjid Itaewon Seoul, Sabtu (19/5), yang diikuti oleh seribu umat muslim yang tinggal di Korea Selatan.
Sedangkan 54 masjid lainnya masih berupa flat atau aula yang disewa pada salah satu lantai di apartemen-apartemen di Korea. Umumnya, masjid-masjid tersebut dikelola oleh WNI. Sedangkan umat Muslim dari negara lain umumnya hanya sekedar mengikuti kajian jamaah dan shalat.
Tidak hanya sebagai tempat ibadah, masjid juga menjadi pusat informasi bagi warga Korea yang ingin belajar Islam. Masjid-masjid di Korea Selatan menyediakan bahan-bahan bacaan dan audio yang diberikan gratis bagi mereka yang ingin mempelajari Islam.