Jumat 01 Jun 2018 19:39 WIB

Ditemukan Kesalahan Pola Asuh pada Remaja Pembunuh Grace

Remaja itu sudah berusia 15 tahun tapi terlalu dikekang.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Indira Rezkisari
Police line
Foto: Wikipedia
Police line

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Kasus pembunuhan Grace anak-anak berusia 5 tahun oleh tetangganya, R yang berusia 15 tahun mendapat perhatian dari Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA). Arist Merdeka Sirait selaku ketua Komnas mengunjungi Polres Bogor untuk bertemu dengan pelaku.

Dari hasil pertemuan Arist dengan pelaku, ia menemukan ada kesalahan dalam pola pengasuhan yang mengakibatkan pelaku melakukan pembunuhan tersebut. "Dari hasil percakapan dengan R, itu bisa dilihat ada pola pengasuhan yang keliru dari orang tua pelaku. Ini harus menjadi perhatian publik, jangan mengekang anak. Berikan ruang kepada anak untuk menyalurkan energinya," ujar Arist di Mapolres Bogor beberapa waktu lalu.

Kasus ini dianggap Arist menjadi tamparan bagi keluarga di Indonesia. Orang tua seharusnya tidak memaksakan kehendaknya kepada anak-anak yang berujung pengekangan dan menutup akses anak untuk tumbuh dengan baik.

Orang tua harus mengetahui bagaimana pola pengasuhan anak yang baik sesuai dengan usianya. Pendakatan di usia berbeda membutuhkan usaha yang berbeda pula.

"Anak usia 0-5 tahun pendekatannya tentu beda dengan anak usia 6-11 tahun. Nah R ini kan usianya 15 tahun, termasuk usia remaja yang ada energi yang harus disalurkan. Tapi karena pola pengasuhannya salah, ditekan dan sebagainya, dia merasa tertekan," lanjut Arist.

R dianggap merasa tertekan dengan kondisi di rumah sehingga mengambil tindakan yang berada di luar kesadarannya. Ia merasa energi dan psikisnya tertekan dan membutuhkan jalan keluar. Pola pengasuhan seperti ini harus dihindari.

Dari hasil pertemuan Arist dan R, ia merasa R dapat berkomunikasi dengan lancar dan dalam kondisi baik-baik saja. Meski begitu Arist mengkhawatirkan kondisi orang tua yang pasti juga terdampak akibat kasus ini.

"R di sini bukan dicampur dengan orang dewasa. Memang begitu ketentuannya. Kalaupun ada teman harus yang seusianya. Nah tadi dia mengeluh kesepian karena teman seruangannya sudah dipindah ke Pondok Rajeg, jadi dia sendirian," ujarnya, terkait penahanan R.

Arist menegaskan harus ada perebuhan paradigma pola pengasuhan. R melakukan pelampiasan atas kemarahan yang ia pendam dengan membunuh Grace. Salah satu bentuk pengekangan yang dirasa R adalah dirinya tidak diperbolehkan main jauh dari rumah.

Padahal Arist menilai anak usia remaja harus diberikan akses pergi ke mal atau jalan-jalan. Kondisi R yang dikekang di rumah dan hanya diizinkan menonton televisi membuatnya mendapat inspirasi dan khayalan yang berujung pada perubahan perilaku. Hal inilah yang terjadi pada R.

"R merasa menyesal, tetapi ada kelegaan juga karena dia merasa apa yang menyakitinya sudah terlampiaskan. Grace tidak dianggap sebagai korban tetapi sosok yang mengekang. Meskipun kemarahan R ini untuk orang lain. Ini bentuk pelampiasan," lanjutnya.

Untuk proses hukum, Arist menegaskan tetap harus berjalan sebagaimana mestinya mengingat usia R yang sudah memasuki usia 15 tahun. Namun untuk perlindungan dan proses pemeriksaan mengikuti aturan perlindungan anak-anak.

"Proses pemeriksaan harus tetap dilakukan tetapi juga mengikuti aturan hukum untuk anak. Misalnya tahanan tidak dicampur dengan orang dewasa. Jadi bukan mengabaikan pidana, karena tidak ada toleransi untuk itu. Ini sudah menghilangkan nyawa orang lain," ucap Arist.

Kanit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Bogor Iptu Irina Kania Devi menyatakan pihaknya masih fokus melakukan proses penyidikan kasus hukum. "Kita fokus ke penyidikan. Komnas PA lebih ke menenangkan pihak keluarga. Baik keluarga korban ataupun tersangka. Mereka ranahnya ke situ," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement