REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak dimasukkannya pasal tindak pidana korupsi di dalam RUU KUHP. Sikap ini disampaikan lewat surat resmi ke DPR hingga Presiden Joko Widodo.
KPK menilai dimasukkannya tindak pidana korupsi di dalam rancangan tersebut berisiko memperlemah KPK dan pemberantasan korupsi. Di samping itu, KPK telah berjalan menganut pada aturan khusus, yaitu UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Kabiro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, KPK percaya presiden tidak dalam posisi ingin melemahkan KPK ataupun pemberantasan korupsi. "Karena itulah, agar KUHP yang ingin disahkan tersebut tidak justru menjadi kado yang membahayakan pemberantasan korupsi atau bahkan bisa menguntungkan pelaku korupsi," ujar Febri saat dikonfirmasi, Sabtu (2/6).
Menurut KPK, sambung Febri, tidak sulit bagi Presiden dan DPR untuk mengeluarkan pasal-pasal Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dari RUU KUHP tersebut. "Selanjutnya dapat dibahas lebih lanjut melalui penyusunan revisi UU 31/1999 yang sekarang sedang berlaku," ujarnya.
Menanggapi sikap KPK yang menolak dimasukkannya pasal korupsi, anggota panitia RUU KUHP Taufiqulhadi menilai sikap KPK yang mengirim surat ke Presiden tidak etis. "Sikap KPK tersebut menurut saya tidak etis sama sekali. Kalau dia adalah anggota lembaga, dia bukan pembuat UU, tapi dia pelaksana UU," kata Taufiqulhadi dalam acara diskusi di Jakarta, Sabtu (2/6).
Menurutnya, sikap KPK tersebut merupakan bentuk tekanan ke seorang Kepala Negara. Ia bahkan menekankan, hal itu tidak seharusnya dilakukan oleh lembaga KPK, "kalau tidak setuju, ya keluar dark KPK , bukan memengaruhi Presiden," katanya.
Baca juga: KPK Tolak Pasal Korupsi di RUU KUHP, Pengamat: Pembangkangan
Sementara pengamat hukum dan advokat Umar Husin menyoroti sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menolak dimasukkannya pasal korupsi dalam rancangan undang-undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Umar menilai, KPK tidak berhak menolak RUU KUHP.
"Saya menyoroti KPK yang menolak (dimasukkannya pasal korupsi pada RUU KUHP) sebagai bentuk pembangkangan atau makar," ujarnya dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Sabtu (2/6).
Umar menyayangkan KPK yang terkesan mengancam dengan menulis keberatannya berupa surat ke presiden Joko Widodo. Menurutnya apa yang dilakukan KPK tidaklah benar karena mengancam presiden Joko Widodo. Padahal, ia menegaskan tidak mungkin ada dualisme peraturan dan institusi-institusi seharusnya tidak berani melawan. "Karena itu, presiden Joko Widodo harus bersikap tegas," katanya.
Baca juga: Dituding Lakukan Pembangkangan Birokrasi, Ini Kata KPK