REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Syafi’ie el-Bantanie*
Pada abad VII Masehi, kontestasi perdaban dunia didominasi dua imperium besar; Persia di Timur dan Romawi di Barat. Sementara, Islam yang ketika itu baru muncul di Jazirah Arab sama sekali tidak diperhitungkan dalam percaturan politik dunia. Ketika itu, Muslimin hanya menjadi penonton kontestasi antara Persia dan Romawi yang memperebutkan kendali peradaban dunia.
Namun, perlahan tapi pasti. Tak perlu waktu lama. Hanya dua dekade, Islam di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mencuat ke permukaan. Islam menjadi kekuatan baru yang sangat diperhitungkan. Dan, nantinya Islam memimpin peradaban dunia selama kurang lebih 14 abad lamanya.
Sepanjang dunia dalam kendali peradaban Islam, maka dunia diwarnai dengan torehan prestasi mengagumkan. Keadilan dan kesejahteraan sosial, perkembangan ilmu pengetahuan, dan tentu yang terpenting tatanan masyarakat yang bertauhid dan beradab terealiasasi sebagai pencapaian gemilang peradaban Islam.
Tanda-tanda kebangkitan dan kejayaan Islam dimulai ketika pasukan gabungan kafir Quraisy mengepung Madinah pada tahun 5 Hijriah pada perang Ahzab atau perang Khandaq. Negara Madinah yang baru seumur jagung itu terancam diluluhlantakkan oleh pasukan gabungan kafir Quraisy.
Ketika itulah, saat getir dalam kondisi kelaparan dan kedinginan cuaca, para sahabat tak mampu menghancurkan batu besar yang menghalangi mereka menggali parit. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menggamit palu godam, mengucapkan takbir seraya menghantamkannya ke batu besar itu sebanyak tiga kali. Batu besar itu pecah terbelah.
Namun, bukan terbelahnya batu besar yang membuat sahabat takjub dan terkesima, melainkan kalimat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam setiap kali menghantamkan palu godam ke batu besar itu. Karena, kalimat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam itu menjadi bisyarah (berita gembira) bagi Muslimin bahwa kelak muslimin akan memimpin peradaban dunia. Kalimat Rasulullah itu, “Allaahu Akbar, aku telah diberi kunci Syam. Demi Allah, aku melihat istana merah itu. Aku dijanjikan negeri Persia dan Yaman.”
Orang-orang munafik dan Yahudi tertawa terbahak-bahak mendengar kalimat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Namun, bagi Muslimin kalimat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam itu adalah visi besar yang harus direalisasi. Sebuah visi besar yang mengubah para penggembala dan pedagang menjadi pemimpin-pemimpin besar dunia dan menjadi bintang gemilang di langit-langit sejarah.
Karena, Islam bukan hanya untuk Arab, melainkan untuk dunia. Islam harus tegak memimpin peradaban dunia. Dan, sejarah membuktikan kebenaran kalimat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Pada masa Khulafa Ar-Rasyidin, Persia, Syam, dan Yaman berhasil dibebaskan. Islam terus memuncak dan hingga delapan abad kemudian, Romawi Timur yang berpusat di Konstantinopel berhasil dibebaskan muslimin.
Satu poin penting yang bisa kita petik adalah betapa kaderisasi kepemimpinan umat berjalan dengan baik. Pemimpin-pemimpin besar umat Islam bermunculan di setiap generasi. Ini menjadi bukti shahih betapa konsep kepemimpinan Islam yang diletakkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam merupakan konsep kepemimpinan terbaik sepanjang masa. Dan, pribadi dan karya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah garansi dan bukti nyata yang tidak bisa terbantahkan. Bahkan, oleh para ilmuwan barat sekalipun.
Tanyakan kepada Thomas Carlyle yang meneliti dari aspek kepahlawanan. Dalam bukunya On Heroes, Hero, Worship, and The Heroes in History, ia menyebut Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai pemimpin dunia yang memiliki kepahlawanan paling besar.
Bertanyalah kepada Will Durant yang meneliti dari aspek hasil karya. Dalam bukunya The Story of Civilization in The World, ia mengakui Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai pemimpin dunia dengan hasil karya paling mengagumkan.
Sapalah Marcus Dodds yang meneliti dari aspek keberanian moral. Dalam bukunya Muhammad, Buddha, and Christ, tak ragu menobatkan Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai pemimpin dunia dengan keberanian moral yang cemerlang.
Bacalah buku Muhammad Ar-Rasul wa Ar-Risalah karya Nazme Luck yang meneliti dari aspek metode pembuktian ajaran. Nazme Luck menempatkan Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai pemimpin dunia yang paling unggul dalam metode pembuktian kebenaran ajaran yang dibawanya.
Dan, bukalah buku The 100 A Ranking The Most Influental Persons in History karya Michael Hart yang meneliti dari aspek pengaruh ajaran. Hart dengan yakin menempatkan Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam urutan pertama sebagai pemimpin yang paling berpengaruh sepanjang masa.
Ketika konsep kepemimpinan yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mulai diabaikan, yang terjadi adalah ketidakadilan dan kezaliman. Maka, keruntuhan daulah Islam tinggal menunggu waktu. Dan, itulah yang terjadi ketika umat Islam mulai bergeser dari pakem ajaran Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Peradaban Islam mulai menggelinding dari puncak kejayaannya. Dan, endingnya dengan tutupnya khilafah Utsmani di Turki pada 1924. Sebakda itu, umat Islam terkotak-kotak pada konsep nation state (negara bangsa).
Peradaban dunia pun berganti kepemimpinan di tangan bangsa barat dengan ideologi sekularismenya. Bangsa yang sedang bangkit dengan rumus suksesnya meninggalkan theologi Gereja yang sudah terlalu menyeleweng menuju Renaissance yang sekuler. Ideologi sekuler itu adalah simbol kesuksesan barat. Rumus itu memang cocok bagi mereka. Karena Gereja dan ilmu pengetahuan tidak pernah senafas sepanjang sejarah mereka.
Celakanya, rumus yang hanya cocok untuk bangsa barat itu diimpor ke negeri-negeri Muslim. Sehingga, tidak hanya negara-negara Muslim yang terkoyak, karena negara sekadar wadah, tapi yang jauh lebih pedih daripada itu adalah Islam-lah yang terkoyak. Makna Islam tak lagi seperti asalnya. Islam menjadi zikir, tapi tidak berpikir untuk masyarakat dan negara. Islam menjadi masjid, bukan negara. Boleh menjadi da’i, tapi tidak negarawan. Jadi negarawan, tapi dilarang berdakwah di ruang publik. Ajaran Islam dipersempit ruang geraknya hanya masjid dan wilayah privat. Islam tidak lagi menjadi konsep syumul yang mampu mengurus dan mengatur kehidupan beragama dan bernegara sekaligus secara sempurna.
Kini, ketika denyut-denyut kebangkitan Islam mulai terasa lagi di jantung kehidupan muslimin. Maka, upaya nyata yang harus dilakukan adalah melahirkan generasi pemimpin. Pada waktunya ketika genderang kebangkitan Islam menemukan momentumnya, generasi yang telah terbina ini siap mengisi dan mengambil alih kepemimpinan di berbagai sektor kehidupan, bahkan negara dan dunia.
Inilah pola yang dilakukan oleh Abdullah ibnu Abbas dan Abdullah ibnu Umar, sehingga lahirlah generasi Umar bin Abdul Aziz. Pola ini pula yang diikuti oleh Syaikh Abdul Qadir Aljailani dan Imam Alghazali, sehingga melahirkan generasi Shalahuddin Al-Ayubi. Dan, dalam konteks kekinian, jalan ini pula yang ditempuh oleh Hasan Albanna dengan Ikhwanul Muslimin sebagai wadah pergerakkannya.
Hasan Albanna menyebutkan ada 7 tahapan untuk mengambil kembali kendali kepemimpinan peradaban dunia ke pangkuan Islam; 1) Pembinaan pribadi muslim. 2) Membangun keluarga Islami. 3) Membimbing Keluarga. 4) Memperbaiki pemerintahan. 5) Mengembalikan Kekhilafahan. 6) Merealisasikan kepemimpinan global. 7) Mendeklarasikan Islam sebagai guru peradaban.
Karena itu, tahap pertama yang mesti serius kita rancang adalah mengkader generasi dengan melakukan pembinaan para pemuda muslim yang intensif, sistematis, dan holistik. Konsep kepemimpinan Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mesti diajarkan dan diinternalisasikan kepada para pemuda muslim. Bahkan, konsep kepemimpinan ini mesti menjadi kurikulum pembinaan pada setiap program pendidikan umat Islam.
Harapannya, pada kemudian hari akan lahir pemimpin-pemimpin yang bertakwa dan kompeten untuk mengemban tugas-tugas besar keumatan dan menegakkan kembali kejayaan Islam di Indonesia dan dunia. Wallaahu A’lam…