REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak ditanya tentang penetapan target pengumpulan zakat yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) pun gerah dan memutuskan menggelar konferensi pers. Dalam acara tersebut, Ketua Baznas Bambang Sudibyo menyampaikan enam poin klarifikasi.
"Pertama bahwa Baznas tidak pernah terlibat dalam mengeluarkan aturan atau kebijakan yang menjadi dasar dari pembuatan seruan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 2019 tentang Gerakan Amal Sosial Ramadan Tahun 1439 Hijriyah/2018," kata Bambang di kantor Baznas, Wisma Sirca, Jalan Johar, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (4/6).
Surat edaran tersebut dijadikan dasar penetapan target zakat di tingkat kecamatan, kelurahan, hingga RT dan RW. Menurut Bambang, kegiatan pengumpulan itu dilakukan oleh Pemprov DKI melalui lembaga zakat milik pemprov, yakni Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah (BAZIS) DKI.
Kedua, BAZIS DKI diketahui belum menyesuaikan diri dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Padahal, batas akhir masa transisi penyesuaian tersebut sudah berakhir pada 25 November 2016.
"Jadi, sudah satu setengah tahun, sekitar satu setengah tahun lewat sebetulnya sehingga dengan demikian lembaga tersebut tidak berada dalam koordinasi Baznas," ujar Bambang.
Ketiga, karena belum terintegrasi, BAZIS DKI juga tidak pernah melaporkan kegiatannya kepada Baznas. Artinya, aktivitas pengumpulan zakat itu juga tidak dipertanggungjawabkan kepada presiden.
Padahal, Baznas merupakan lembaga pemerintahan nonstruktural dan satu-satunya lembaga resmi yang mengelola zakat di Indonesia. Hal ini diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011. Baznas bertugas mengoordinasi seluruh aktivitas penggunaan zakat secara nasional agar lebih terintegrasi, profesional, dan akuntabel.
Keempat, pelaksanaan tugas Baznas diperkuat hasil keputusan Ijtima Ulama Komisi Ulama Indonesia yang ke-4 tahun 2014 tentang Masail Fiqiyyah Muasyaroh atau masalah-masalah fikih kontemporer bab dua mengenai tanggung jawab ulil amri atau pemerintah. Keputusan itu menyebutkan, pemerintah atau ulil amri berkewajiban secara syar'i untuk menetapkan aturan yang mengikat bagi muzaki untuk membayar zakat.
Pemerintah atau ulil amri mempunyai kewenangan secara syar'i untuk memungut dan mengelola zakat, termasuk zakat aparatur negara. Dalam menjalankan kewenangan itu, pemerintah harus sejalan dengan prinsip syariah. Jika sudah ada aturan terkait pengelolaan zakat oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2, umat Islam wajib mematuhinya.
Kelima, dalam rangka pengintegrasian tersebut, BAZIS DKI Jakarta melakukan penyesuaian organisasi sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Hal ini sudah dilakukan oleh 33 provinsi lain di Indonesia.
"Jadi, hanya tinggal DKI yang belum melakukan penyesuaian," kata dia.
Selain merupakan bagian komitmen ketaatan hukum, ini juga bertujuan mewujudkan azas dan tujuan zakat. Yakni, mengintegrasikan dan memprofesionalkan pelayanan zakat untuk mempercepat kesejahteraan masyarakat dan pengentasan kemiskinan di Indonesia.
Keenam, pengelolaan zakat yang dilakukan Baznas saat ini tidak hanya dilakukan pada pengentasan kemiskinan dan global, tetapi juga diarahkan untuk peningkatan akuntabilitas yang dilakukan dalam bentuk kewajiban audit keuangan dan audit syariah.
"Bahkan, sekarang dalam penjajagan agar diawasi oleh OJK. Hal tersebut merupakan langkah untuk memastikan seluruh kegiatan pengelolaan zakat dilakukan dengan koordinasi yang kuat dan pengawasan yang ketat guna terwujudnya pengelolaan bersama zakat," ujar Bambang.
Wakil Gubernur DKI Sandiaga Salahuddin Uno tak menampik adanya surat edaran yang menargetkan pengumpulan zakat dalam jumlah tertentu kepada masing-masing cabang BAZIS DKI, baik di tingkat kecamatan maupun kelurahan. Namun, tak ada paksaan dalam proses pengumpulannya.
"Tidak ada paksaan. Itu bentuk kepedulian masyarakat terhadap kaum dhuafa dalam balutan bulan suci Ramadan," kata Sandiaga di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin (4/6).
Menurut Sandiaga, cara-cara itu merupakan inisiatif yang sudah dipraktikkan dalam beberapa tahun terakhir. Hasilnya, Kota Administrasi Jakarta Selatan berhasil mengumpulkan zakat terbanyak selama empat tahun berturut-turut. Tak hanya itu, pengumpulan zakat terbanyak tingkat kecamatan dan kelurahan juga diboyong wilayah tersebut.
"Karena Pak Wali (Wali Kota Jakarta Selatan Tri Kurniadi) concern masalah zakat. Dan Kelurahan Cilandak Barat juga beberapa kelurahan lain juga," ujar politikus Partai Gerindra tersebut.
Menurut Sandiaga, praktik pengumpulan zakat merupakan hal baik karena Pemprov pelah menjalankan perintah Allah SWT. Ramadhan menjadi kesempatan yang baik sebab saat ini potensi zakat begitu besar, tetapi banyak yang belum terjangkau.
"Dari total Rp 150 triliun-Rp 200 triliun sampai hari ini yang bisa dikumpulkan baru Rp 8 triliun," kata Sandiaga.
Menurut Sandiaga, Pemprov DKI akan berkoordinasi dengan lembaga zakat lain dan Baznas untuk meningkatkan jangkauan tersebut. Ia berharap uang yang terkumpul dari dana ZIS dan wakaf dapat digunakan untuk pembangunan, mengurangi tingkat kemiskinan, dan menciptakan lapangan kerja.
"Ini potensinya terbuka, tinggal bagaimana kita meningkatkan kesadaran awareness masyarakat untuk membayar kewajiban zakatnya dan juga berbagi dalam satu konsep yang kita harapkan nanti langkah pemprov menurunkan kemiskinan satu persen selama lima tahun ke depan," ujar dia.