REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Perundang-Undangan Kemenkumham Widodo Ekatjahjana, mengungkapkan jika pihaknya bisa mengembalikan pengajuan pengundangan draft Peraturan KPU (PKPU) pencalonan anggota legislatif (caleg) yang telah diserahkan oleh KPU. Usulan tentang larangan mantan narapidana kasus korupsi dalam draf PKPU itu juga bisa ditolak jika tidak sesuai dengan undang-undang.
"Iya, kami bisa mengembalikan (draft) agar diselaraskan. Tujuannya, supaya tidak ada peraturan yang bertentangan dengan konstitusi, undang-undang dan peraturan yang lebih tinggi," ujar Widodo ketika dikonfirmasi wartawan, Selasa (5/6).
Kewenangan ini, lanjut dia, diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkum-HAM) Nomor 31 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pengundangan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaga Negara Republik Indonesia.
Pada pasal 6 dan 7 aturan tersebut, Kemenkumham dinyatakan berhak memeriksa kelengkapan berkas usulan peraturan. Selain itu, pada pasal 9 ayat (3), Kemenkumham juga berwenang memeriksa substansi aturan yang diajukan tersebut. Pemeriksaan itu dilakukan dengan meneliti lampiran analisis kesesuaian antara aturan yang diajukan untuk diundangkan dengan peraturan yang setingkat, aturan yang lebih tinggi, dan/atau putusan pengadilan.
Menurut Widodo, kesesuaian terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) juga diperhatikan. "Putusan MK juga diperhatikan," tambahnya.
Selanjutnya, Kemenkumham Kan meminta klarifikasi dari pimpinan instansi terkait yang mengajukan aturan, jika terjadi permasalahan dengan aturan itu. Pandangan dari instansi terkait, dan masukan ahli juga bisa dilakukan oleh Kemenkumham dalam rangka sinkronisasi.
Jika dinilai tidak ada masalah, peraturan itu bisa segera diundangkan. Sebaliknya, jika ada permasalahan, Kemenkumham akan mengembalikan draf peraturan yang ingin diundangkan untuk direvisi, sebagaimana diatur dalam pasal 11.
Sebelumnya, Ketua KPU, Arief Budiman, meminta Kemenkumham, segera mengundangkan draf Peraturan KPU (PKPU) Pencalonan Anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD Kabupaten/kota. KPU dan Kemenkumham menggelar pertemuan pasca diserahkannya aturan tersebut pada Senin (4/6).
"Dalam pertemuan dengan Kemenkumham tadi, kami menyampaikan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh KPU sangat berbeda dengan kementerian atau lembaga lain. Kalau instansi lain, jika ada kegiatan boleh ditunda. Tapi kegiatan yang dilakukan oleh KPU tidak bisa begitu," ujar Arief kepada wartawan di Kantor Kemenkumham, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (5/6).
Dia menegaskan jika tugas KPU adalah melaksanakan kegiatan tahapan pemilu. Tahapan pemilu itu sudah diatur secara ketat dalam undang-undang.
Dalam konteks pelaksanaan Pemilu 2019, tahapan pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota segera dimulai bulan depan. "Pada 4-17 Juli mendatang kami akan membuka pendaftaran caleg. Jadi mohon terkait PKPU pencalonan caleg DPR ini menjadi perhatian," tegas Arief.
Arief juga meminta agar Kemenkum-HAM memprioritaskan pembahasan draf PKPU Pencalonan Anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Dengan begitu, draf PKPU itu bisa segera diundangkan.
"Saya harap soal PKPU ini jadi prioritas, dan segeralah (diundangkan). Sebab semua tahapan harus berjalan tepat waktu, " tambah Arief.
Sebagaimana diketahui, draf PKPU pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota sudah diserahkan ke Kemenkum-HAM pada Senin (4/6). Dalam draf itu, terdapat aturan yang melarang mantan narapidana korupsi menjadi caleg.
Berdasarkan revisi terakhirdraf PKPUPencalonan Anggota DPR,DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota yang saat ini telah diserahkan ke Kemenkum-HAM, larangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg tercantum pada pasal 7 ayat 1 huruf (h). Aturan itu berbunyi 'Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten kota harus memenuhi persyaratan bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi'.
Sementara itu, pada draf sebelumnya, aturan ini tertuang dalam pasalpasal 7 ayat 1 huruf (j) rancangan PKPUpencalonan anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.Peraturan itu berbunyi'bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota adalah WNI dan harus memenuhi syarat bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak atau korupsi'.