REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Kabinet Pramono Anung menegaskan, pemerintah tak ingin mengurangi kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menjalankan tugasnya. Hal ini disampaikannya terkait prokontra revisi UU KUHP yang salah satunya mengatur pasal-pasal tindak pidana korupsi.
"Presiden sudah berulang kali menyampaikan pemerintah tidak ingin mengurangi kewenangan KPK dalam pemberantasan korupsi," ujarnya di kantornya, Gedung Sekretariat Kabinet, Jakarta, Rabu (6/6).
Ia menyampaikan, dengan kewenangan yang dimiliki KPK saat ini saja, kasus tindak pidana korupsi masih sering terjadi. Karena itu, Presiden dan Wakil Presiden berkomitmen tak akan mengurangi kewenangan KPK dalam bentuk apa pun.
"Sikap pemerintah terutama Presiden dan Wapres, KPK tidak boleh dikurangi kewenangannya dalam bentuk apa pun," tambahnya.
Terkait adanya perbedaan pandangan dalam pembahasan revisi UU KUHP ini, Pramono menyarankan agar baik pemerintah, DPR, KPK, dan juga pemangku kepentingan lainnya duduk bersama membahas masalah ini dan mencari solusi. Menurut Pramono, dalam revisi UU KUHP nanti bisa saja menambahkan pasal yang menyebutkan wewenang KPK tak dikurangi.
"Prinsip dasarnya adalah frame work-nya, kan bisa kita masukkan, dalam salah satu pasal dalam rancangan UU itu, mengenai apa yang menjadi kewenangan dan tanggung jawab KPK yang tidak boleh kita kurangi tadi," ujarnya.
KPK menilai adanya pasal-pasal tindak pidana khusus dalam RUU KUHP dapat memperlemah kewenangan KPK dalam memberantas korupsi. Karena itu, KPK sendiri telah mengirim surat hingga lima kali kepada Presiden Jokowi terkait hal ini.
Baca: Ini Jaminan Tim Perumus RKUHP Bahwa KPK tak akan Dilemahkan.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan menyampaikan, KPK telah memiliki UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang mengatur pemberantasan korupsi. Sehingga, delik korupsi dimintanya agar tak masuk lagi dalam UU lain.
"Kita punya pemikiran karena dia (pemberantasan korupsi) sudah jadi undang-undang tersendiri, harusnya tidak perlu lagi menjadi undang-undang dua kali," kata Basaria di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Senin (4/6).
Ia mengkhawatirkan, adanya tumpang tindih aturan justru akan memperlemah pemberantasan korupsi. Kendati demikian, menurut dia, Presiden sama sekali belum memberikan tanggapannya atas surat KPK tersebut.