Kamis 07 Jun 2018 02:08 WIB

Radikalisme Tumbuh karena Cita-Cita Politik tak Tersampaikan

Kelompok radikal akan mencari jalan yang keras, mengintimidasi, dan melakukan teror.

Rep: Ali Mansur/ Red: Ratna Puspita
Dadang Rusdiana
Foto: dpr.go.id
Dadang Rusdiana

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Dadang Rusdiana mengatakan berpendapat paham radikalisme tumbuh ketika keinginan dan cita-cita politiknya tidak tersampaikan dengan baik. Akibatnya, mereka akan mencari jalan yang keras, mengintimidasi, bahkan melakukan teror. 

Ia mengatakan, keinginan dan cita-cita politik yang tidak tersampaikan itu bisa terlihat ketika seseorang tidak menghormati Bendera Merah Putih. Juga, dia menambahkan, ketika orang tersebut tidak mengakui Pancasila. 

Dadang menyatakan, tindakan-tindakan tersebut menunjukkan pembangkangan kepada negara. Bahkan, dia menambahkan, benih radikalisme tumbuh pada dirinya.

Karena itu, Dadang prihatin dengan adanya radikalisme kampus yang melibatkan kelompok terdidik. “Mahasiswa harus lebih bertanggungjawab, karena mereka termasuk masyarakat terdidik,” kata dia dalan pesan singkatnya, Rabu (6/6).

Dadang mengakui paham radikalisme memang bisa muncul dalam diri siapapun, termasuk dalam lingkungan pendidikan seperti kampus. Dia pun berharap agar intensitas pemikiran radikalisme itu tidak menjadi tinggi.

Dadang percaya kampus memiliki sistem untuk meminimalisir paham dan aliran radikalisme di lingkungan kampus. Kendati demikian, politikus Partai Hanura itu juga meminta agar Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap paham radikalisme di lingkungan kampus.

Evaluasi dan monitoring oleh Kemenristekdikti ini dalam konteks menjaga bangsa dan negara ini dari situasi kekacauan. Sebab, radikalisme dapat menjadi akar terorisme. 

“Orang berpikir radikal ini jangan dibiarkan menjadi benih-benih pembangkangan terhadap negara,” ujar Dadang 

Dadang berpendapat untuk menghadapi kaum intelektual dan cendekiawan, dapat dilakukan dengan pendekatan akademis, elegan dan konstruktif. "Saya kira kita punya akal sehat bersama, atau sebuah common sense bahwa yang namanya radikalisme itu kesesatan dan penyimpangan dari nalar yang sehat," kata dia.

Sebelumnya, Kepala BNPT Komjen Suhardi Alius menyatakan infiltrasi atau penyusupan paham radikalisme sudah masuk ke kampus-kampus dengan melibatkan mahasiswa. Infiltrasi paham radikalisme juga diduga dilakukan oleh staf pengajar atau dosen kepada mahasiswanya. 

BNPT sudah mulai memetakan sejumlah dosen atau tenaga pengajar yang diduga memiliki paham radikalisme dan tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila. "Jadi semua sel-sel itu sudah masuk tapi tingkatannya berbeda," kata Suhardi.

Karena itu, BNPT meminta Kemenristekdikti maupun Kemendikbud untuk melakukan rekrutmen secara ketat terhadap pengajar maupun dosen. Ini sebagai antisipasi penyusupan paham-paham radikalisme di dunia pendidikan. 

Dia melanjutkan penyusupan paham radikalisme sangat mudah penyebar di lembaga pendidikan lantaran berkaitan erat dengan semakin mudahnya akses teknologi komunikasi digital. “Teknologi informasi digital itu menyebar dengan cepat, sangat sulit memonitornya. Kalau dulu kita gampang secara fisik memonitor kalau sekarang orang diem yang dibukanya konten-konten semacam itu," kata dia. 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement