Kamis 07 Jun 2018 09:04 WIB

Kampus Sarang Teroris, Sosiolog: Harusnya Kedepankan Dialog

Rilis BNPT bisa tingkatkan ketegangan karena mengarah aktivis mahasiswa Islam.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas gabungan TNI-Polri melakukan apel usai berjaga saat sidang kasus terorisme dengan terdakwa Aman Abdurrahman alias Oman Rochman di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (30/5).
Foto: Antara/Galih Pradipta
Petugas gabungan TNI-Polri melakukan apel usai berjaga saat sidang kasus terorisme dengan terdakwa Aman Abdurrahman alias Oman Rochman di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (30/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Musni Umar selaku sosiolog yang juga alumnus Universitas Indonesia (UI) protes dan tidak bisa menerima disebarluaskannya pemberitaan yang menyebutkan UI termasuk salah satu dari tujuh universitas di Indonesia sebagai sarang radikalisme. 

"Kalau ada dugaan radikalisme di UI dan universitas lain, mengapa tidak dilakukan operasi senyap (silent operation) dengan mengedepankan dialog, komunikasi yang persuasif, dan jika perlu perdebatan ilmiah," ujarnya kepada Republika.co.id, Kamis (7/6).

Baca: IPB Tunggu Klarifikasi BNPT Terkait Radikalisme Kampus

Dengan diberitakan di media secara luas, citra UI dan universitas lainnya otomatis runtuh dan rusak di mata masyarakat Indonesia dan masyarakat internasional. Setiap melihat UI, ITB, IPB, UNDIP,  ITS, Unibrag di Google, akan segera terlihat bahwa universitas-universitas tersebut sebagai sarang radikalisme.

Lebih menyedihkan lagi karena yang merilis radikalisme di perguruan tinggi adalah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), maka pasti ditautkan radikalisme  dan terorisme. Pada hal tidak ada bukti di tujuh PTN terkemuka alumninya pernah melakukan aksi terorisme.  

Baca: Disebut Kampus Terpapar Radikalisme, Ini Kata Rektor ITS

Berita radikalisme dan terorisme di perguruan tinggi akan terus terpampang di dunia maya. Ia amat khawatir akan memberi dampak negatif dalam kerja sama internasional dan upaya meningkatkan ranking berbagai universitas tersebut karena isu radikalisme dan terorisme telah menjadi hantu seluruh masyarakat internasional, terutama dunia Barat. 

Selain itu, isu radikalisme dan terorisme di perguruan tinggi akan meningkatkan ketegangan di dalam negeri karena yang disasar aparat adalah para aktivis mahasiswa Islam yang meramaikan masjid dan mushala di berbagai kampus. Sehingga, yang bisa dimaknai adalah yang tidak suka kepada pemerintah bahwa rezim yang sedang berkuasa anti-Islam atau setidak-tidaknya menerapkan politik belah bambu, yang lain diangkat setinggi-tingginya, yang dianggap kritis dengan pemerintah ditekan dengan isu radikalisme, anti Pancasila, anti-NKRI, dan bahkan terorisme. 

"Saya usulkan supaya dilakukan politik merangkul, mengayomi, dan melindungi semua dengan pendekatan dialog, komunikasi, dan musyawarah. Bukan pendekatan represif dengan menggunakan aparat keamanan sebab para mahasiswa aktivis Islam dan dosen yang meramaikan masjid dan mushala di kampus pasti bukan musuh negara," ujarnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement