REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pengamat Otonomi Daerah Siti Zuhro mengatakan, sebaiknya pemerintah tidak membuat kebijakan terkait tunjangan hari raya (THR) yang berpotensi merugikan keuangan negara. Kebijakan THR kepada aparatur sipil negara (ASN) saat ini dinilai belum mempertimbangkan secara matang keuntungan dan kerugiannya.
"Sebaiknya suatu kebijakan itu mempertimbangkan secara mendalam dampaknya, baik positif maupun negatif sehingga tidak menimbulkan resistensi dan polemik di masyarakat. Kebijakan yang keliru akan merugikan apalagi terkait penggunaan uang negara," ujar Siti kepada Republika.co.id, Kamis (7/6) malam.
Menurut Siti, akan menjadi masalah jika anggaran tak terduga yang ada di daerah sudah habis terpakai untuk berbagai kebutuhan. Jika demikian, dana yang dimiliki daerah tidak cukup untuk membayar ASN. Terlebih, jika di daerah itu memiliki banyak tenaga honorer.
"Saya khawatir sekali dengan kebijakan THR dan gaji ke-13 ini. Selain diperuntukkan bagi 4,5 juta PNS, juga diberikan kepada pegawai honorer. Sementara itu, tunjangan kinerja di daerah rata-rata lumayan besar," katanya.
Hal ini merujuk kepada kebijakan pemerintah terkait THR dan gaji ke-13 yang meliputi gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan jabatan dan tunjangan kinerja. "Tahun politik dan pemilu semestinya kebijakan pemerintah lebih terukur dan tidak menimbulkan kontroversi. Karena hal ini bisa ditarik-tarik kepada kepentingan politik," tegasnya.
Sebelumya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengeluarkan surat edaran berisi pemberian THR dan gaji ke-13 diambil dari APBD. Menurutnya, banyak daerah yang setuju akan isi surat edaran tersebut.
Namun, kenyataannya pernyataan Tjahjo ini bertolak belakang dengan fakta di masyarakat. Salah satunya Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang keberatan THR dan gaji 13 PNS diambil dari APBD.
Risma menilai bahwa pembayaran THR PNS daerah menggunakan APBD cukup membebani. Sebab, jumlah THR yang harus dibayar tidaklah kecil. "Kalau besar kan ya, bebani (APBD), berat ya. Masa pakai APBD," kata Risma.
Sementara itu, anggota DPR daerah pemilihan Papua, Sulaeman Hamzah, menyarankan pemerintah daerah (pemda) di Papua untuk tidak memaksa mengalokasikan dana THR dan gaji ke-13 untuk para ASN dan tenaga honorer. Sebab, menurut dia, pemda-pemda di Papua mengandalkan APBN sebagai sumber anggaran selama ini.
"Daerah-daerah di Papua itu lebih parah lagi. Daerah-daerah yang normal saja, yang mungkin punya APBD cukup saja, itu bisa menyalahi, apalagi daerah yang punya ketergantungan dengan APBN," kata dia kepada Republika.co.id, Selasa (5/6).