REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Narkotika Nasional (BNN) mengusulkan penambahan anggaran sebesar Rp 1,45 triliun. Kepala BNN Komjen Pol Heru Winarko menyebut pagu indikatif tahun 2019 persetujuan Menteri Keuangan, anggaran yang didapat BNN sebesar Rp 1,50 triliun belum memenuhi kebutuhan BNN. Apalagi jumlah pagu indikatif tersebut lebih rendah sebesar Rp 222,7 miliar dibandingkan dengan alokasi anggaran tahun 2018 BNN sebesar Rp 1,73 triliun.
"Dengan izin pimpinan dan anggota Komisi III DPR, BNN mengajukan tambahan alokasi anggaran tahun 2019 sebesar Rp 1,45 triliun untuk mendanai kegiatan-kegiatan yang belum mendapat alokasi pada pagu indikatif tahun 2019," ujar Heru saat rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/6).
Heru memerinci tambahan anggaran Rp 1,45 triliun paling besar untuk pembangunan gedung BNN pusat sebesar Rp 520 miliar dan pembangunan gedung BNN di enam provinsi dan 13 kabupaten/kota sebesar Rp 155 miliar.
Kemudian, anggaran sebesar Rp 220 miliar untuk pengadaan direction finder sebanyak 11 unit. Selanjutnya, BNN juga memperluas kegiatan P4GN, yaitu Pencegahan, Pemberantasan, dan Penyalahgunaan Peredaran Gelap Narkotika, dengan tambahan anggaran Rp 291,6 miliar.
"BNN mengajukan tambahan anggaran sebesar Rp 1,456 m untuk pengadaan instrumen video conference, pengadaan tactical equipment, pengadaan intelligent toolkit, pembangunan kantor BNN pusat, provinsi, kabupaten/kota, belanja pegawai tambahan," ujar Heru.
Ia juga mengaku, tambahan anggaran diperlukan sebagai akibat adanya banyak narkoba jenis baru yang belum diatur oleh hukum. Setidaknya ada 739 narkotika jenis baru di dunia dan sebanyak 71 beredar di Indonesia. Namun, baru 65 yang terdaftar di Indonesia.
"(Sebanyak) 674 yang beredar di dunia dan sewaktu-waktu dapat masuk ke Indonesia, namun belum diatur penanganannya. Kondisi itu jadi salah satu tantangan yang dihadapi BNN di samping beban tugas dalam penanggulangan masalah narkoba, namun belum diimbangi dukungan anggaran yang memadai," kata Heru.