REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Universitas Negeri Semarang (Unnes) menyerahkan insiden aksi mahasiswa yang berakhir ricuh kepada aparat Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Semarang. Ada indikasi, aksi mahasiswa yang semula berlangsung dengan damai tersebut, ditunggangi oleh sejumlah oknum mahasiswa dari luar kampus Unnes hingga aksi berujung tindakan yang cenderung anarkis.
"Seperti menggebrak-gebrak mobil rektor, mengeluarkan kata-kata ujaran kebencian, hingga sengaja menghalangi mobil," kata Rektor Unnes, Prof Dr Fathur Rokhman MHum, yang dikonfirmasi Jumat (8/6) petang.
Ia menjelaskan, aksi mahasiswa menuntut dibatalkannya kebijakan uang pangkal yang digelar Kamis (7/6) mulai pukul 08.00 WIB ini, semula berjalan dengan tertib. Dalam aksinya mahasiswa masih sebatasmenggelar mimbar bebas dan beberapa perform.
Pada pukul 11.00 WIB, mahasiswa yang menggelar aksi sempat ditemui oleh Wakil Dekan 3 Fakultas Teknik untuk berdialog. Namun upaya ini tak menyurutkan mahasiswa untuk menemui rektor.
Aksi tetap berlanjut dan pada pukul 14.00 WIB, massa aksi semakin bertambah. Karena ikut bergabung mahasiswa lain di luar mahasiswa Unnes, hingga pukul 15.00 WIB.
"Sehingga, mulai banyak oknum di luar mahasiswa Unnes yang ikut bergabung dengan massa aksi hingga semakin kuat tuntutan untuk menghadirkan Rektor," kata Fathur.
Karena dalam SOP Rektor keinginan mahasiswa ini tidak bisa dipenuhi, lanjutnya, massa semakin beringas. Bahkan menghalangi mobil yang akan membawa Rektor Unnes.
Pihak keamanan kampus, sebetulnya telah melakukan upaya persuasif. Namun massa mahasiswa yang di dalamnya ada sejumlah oknum di luar warga kampus pun semakin anarkis.
Sehingga keamanan kampus berupaya menghalau mahasiswa yang menghalangi mobil tersebut. Apalagi dalam insiden ini justru ada staf Unnes yang dicekik salah seorang oknum massa aksi.
"Namun yang ingin saya tegaskan, tidakada mahasiswa yang terlindas atau tertabrak mobil saat itu," tegasnya.
Terkait hal ini, Unnes menyerahkan sepenuhnya kepada aparat Polrestabes Semarang, untuk menelusuri siapa saja oknumdi luar mahasiswa Unnes yang membuat massa aksi seperti terprovokasi. Sedangkan kepada mahasiswa yang diketahui ikut melakukan ujaran kebencian, selanjutnya diserahkan kepada kampus Unnesuntuk diberikan pembinaan secara internal.
Unnes memandang pembinaan ini perlu diberikan mengingat para mahasiswa ini masih memiliki masa depan. Apalagi, saat ini dunia pendidikan tinggi tengah menjadi sorotan karena isu kampus radikal.
Fathur tidak ingin sifat kritis dan idealism mahasiswa tersebut, justru dimanfaatkan untuk mengembangkan radikalisme di lingkungan kampus. "Mereka (mahasiswa) ini kan calon pendidik," tambahnya.
Sebelumnya, salah seorang perwakilan mahasiswa, Julio mengungkapkan, insiden ini mengakibatkan puluhan mahasiswa mengalami luka-luka, mulai dari luka lecet hingga luka lebam. Bahkan beberapa di antaranya harus mendapatkan perawatan medis.
"Kendati begitu, ini tidak akan menyurutkan sikap mahasiswa agar Unnes membatalkan kebijakan uang pangkal bagi mahasiswa baru ini," kata dia.
Sebelumnya, aksi unjuk rasa mahasiswa Unnes berujung kericuhan. Mahasiswa ingin menyampaikan aspirasi dengan memprotes diberlakukannya uang pangkal pada mahasiswa baru lewat jalur mandiri.