REPUBLIKA.CO.ID, Berkunjung ke Istanbul saat Ramadhan, hasrat merasakan banyak jenis makanan lokal sulit terpenuhi. Betapa tidak, puasa di kota terbesar sekaligus provinsi di Turki yang bekas ibu kota negara itu berlangsung sekitar 17 jam.
Selama sepekan di awal Ramadhan, Republika yang mendapat undangan Turkish Airlines untuk berkeliling Istanbul merasakan berbuka puasa di sejumlah restoran. Azan maghrib di sana berkumandang sekitar pukul 21.00 waktu setempat.
Kami sempat berbuka puasa di kawasan Sultan Ahmet Square di dekat Masjid Sultan Ahmet, Restoran Matbah di dekat Masjid Sulaeman, dan Hamdi Resto yang tak jauh dari Pasar Mesir/Spice Market. Di hari berikutnya, kami dijamu di Konyoli Lokantasi. Lokasinya berada di dalam kawasan Istana Topkapi. Restoran ini terkesan mewah dan berada di pinggir laut Marmara serta menghadap Selat Bosphorus.
Uniknya, kami bersepuluh dari Indonesia merasakan hal yang hampir sama terhadap aneka sajian yang dihidangkan. Memang ada beberapa menu yang terasa aneh dengan lidah dan mulut orang Indonesia. Namun, sedapat mungkin kami mencoba semua santapan yang disajikan setiap resto tersebut.
Di semua restoran yang kami kunjungi, penyajian makanan dilakukan secara table service. Artinya, semua hidangan disajikan oleh pelayan ke meja dan kami hanya duduk manis untuk menikmatinya. Mungkin karena kami dianggap sebagai tamu penting, sehingga Turkish Airlines memandang cara menyajikan seperti inilah yang paling dianggap menghormati.
Jenis makanan maupun urutan menu yang disajikan nyaris serupa antara satu resto dengan resto lainnya, meski ada beberapa hal yang sedikit berbeda.
Penggugah selera
Sesudah kami duduk dan disajikan minuman (air putih, teh, atau soft drink), menu awal yang datang adalah sup sultan atau sup ottoman. Bahan sup ini dari air, tepung, kuning telur, dan kacang badam (almond) yang ditumbuk sangat halus. Ada kalanya sup ini dicampur daging ayam lembut. Ada sup jenis lain, yakni torhana curba atau lentil yang terbuat dari tepung, air, dan kuning telur.
Usai sup, sajian berikutnya berupa roti pide. Bentuk roti pide cukup beragam. Ada yang seperti pisang molen dan di dalamnya berisi daging cincang yang sudah dibumbui. Ada pula yang bentuknya panjang atau melebar seperti martabak dengan isi daging cincang.
Terkadang roti pide ini diganti dengan roti biasa yang tanpa rasa. Warga setempat biasa menyantapnya berbanjur madu atau keju. Bisa pula disajikan potongan roti simit yang bentuk aslinya seperti donat yang bagian luarnya ditempeli wijen. Roti simit sangat kering.
Salah satu variasi roti pide. Di restoran kota Istanbul, Turki, roti pide biasanya disajikan setelah sup.
Setelah itu, biasanya akan disajikan salad. Ada salad yang terdiri atas irisan tomat, timun, dan kubis yang disertai mayonaise. Ada pula salad yang hanya berupa potongan kubis dan sayuran lain lalu disiram minyak zaitun.
Sajian berikutnya adalah lahmacun atau bisa juga dolma. Lahmacun adalah roti (seperti kulit bagian luar pembungkus martabak telur) yang disajikan seperti tatakan. Bagian atasnya ditaruh irisan tomat, bawang, daun peterseli, dan cacahan daging domba atau sapi. Adapun dolma berupa sedikit nasi penuh bumbu yang dibungkus kulit tomat yang juga sudah diberi bumbu. Terkadang dolma ini juga diletakkan di atas lahmacun.
Bisa juga disajikan sarma. Bentuknya seperti buntil, namun rasanya agak masam dan ukurannya lonjong agak kecil. Daun pembungkusnya bisa dimakan pula.
Menu utama
Sampailah kemudian pada menu utama. Di empat restoran yang kami kunjungi itu, menu utama berupa kebab. Janganlah Anda membayangkan ini seperti kebab pada umumnya di Indonesia. Sama sekali bukan itu. Menu utama ini berupa nasi sedikit, bisa nasi goreng atau nasi putih, yang disertai daging panggang.
Daging panggang inilah yang disebut kebab. Namanya kebab bisa berupa daging domba, sapi, atau bahkan daging ayam. Bisa jadi Anda disuruh memilih jenis kebabnya, mungkin pula ketiga jenis daging itu disajikan sekaligus.
Kebab domba menjadi salah satu menu utama yang biasa disajikan di restoran di kota Istanbul, Turki.
Jenis lain yang khas adalah iskender (iskandar) kebab. Bentuk dan rasanya seperti rendang yang dipotong kecil-kecil dan ditaruh di atas bubur.
Jika bukan kebab, pendamping nasi untuk menu utama bisa berupa kofte. Bahan kofte terbuat dari daging domba dan sapi yang dihaluskan lalu diberi bumbu dan ditusuk. Bentuknya mirip seperti sate buntel khas Yogyakarta.
Pencuci mulut
Setelah menu utama, bagian terakhir adalah hidangan penutup (dessert). Makanan penutup ini bisa berupa puding, bisa pula gullet (tepung berbentuk kotak tipis dan di dalamnya ada kacang) berwarna putih. Ada kuah manis yang mengiringi gullet.
Baklava, makanan ringan khas Turki yang sangat populer disajikan sebagai hidangan penutup.
Khusus di bulan Ramadhan, biasanya akan ada makanan penutup lainnya berupa baklava. Ini memang kue khas di Turki sering dipakai untuk acara seputar Ramadhan. Bahan baklava terdiri atas terigu dan kacang dengan rasa yang amat manis.