REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Kelompok hak asasi manusia Kenya mendesak pemerintah untuk menyelidiki dan mengakhiri kasus penembakan terhadap sejumlah orang tak dikenal oleh polisi. Setidaknya ada 12 orang yang dilaporkan tewas terbunuh di sejumlah wilayah permukiman kumuh di Ibu Kota Nairobi.
Sebanyak enam kelompok hak asasi manusia di Kenya, yang tergabung dalam koalisi Jaringan Keadilan Sosial mengatakan, pemerintah negara itu harus segera memulai investigasi. Serentetan penembakan telah dilaporkan terjadi di antaranya di Dandora, wilayah permukimah kumuh di bagian timur Nairobi.
"Masyarakat Kenya telah menderita begitu lama dan ini semakin menjadi tak tertahankan," ujar Javan Omondi, salah satu perwakilan dari kelompok hak asasi manusia Pusat Keadilan Sosial Dandora seperti dilansir VOA, Sabtu (9/6).
Kepolisian Kenya kerap mendapat tuduhan telah melakukan tindakan brutal dan pembunuhan di luar hukum terhadap warga sipil serta kelompok hak asasi. Namun, mereka tidak pernah atau sangat jarang mendapat tuntutan apapun.
Meski demikian, polisi mengatakan, penembakan yang dilakukan terhadap sejumlah orang selama ini ditujukan pada para tersangka kejahatan. Secara tegas tuduhan pembunuhan di luar hukum dibantah.
"Kami tak pernah ingin ada orang yang sekarat apalagi terbunuh, sudah tugas kami menjadi pelindung semua orang," ujar juru bicara Kepolisian Kenya, Charles Owino.
Menurut Owino, di wilayah permukiman kumuh ada begitu banyak anak muda yang menjadi gangster. Meski demikian, penggunaan senjata oleh personil polisi hanya dilakukan sebagai upaya terakhir.
Pada 2011 lalu, Pemerintah Kenya telah membentuk badan pengawas kepolisian untuk mengawasi kinerja personel keamanan negara itu. Sebelumnya terjadi kematian puluhan pengunjuk rasa dalam bentrokan yang berujung kekerasan menyusul pemilihan presiden yang disengketakan pada 2007.
Namun, hal itu dinilai tidak efektif. Langkah dari Pemerintah kenya tetap cenderung mendapat kritikan karena polisi dan aparat keamanan negara yang disebut masih dapat berbuat sewenang-wenang terhadap warga sipil.