Sabtu 09 Jun 2018 20:11 WIB

Hizbullah: Kami akan Tetap di Suriah Selama Assad Butuh

Pemerintah Suriah ingin merebut wilayah oposisi di barat daya.

Rep: Marniati/ Red: Teguh Firmansyah
Pemimpin kelompok Hizbullah Lebanon, Sayyed Hassan Nasrallah.
Foto: Reuters
Pemimpin kelompok Hizbullah Lebanon, Sayyed Hassan Nasrallah.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Pemimpin Hizbullah Sayyid Hassan Nasrallah mengatakan, Hizbullah akan tetap berada di Suriah selama Presiden Suriah Bashar al-Assad menginginkannya. Hizbullah menentang tekanan baru Amerika Serikat (AS) dan Israel yang memaksa Teheran dan sekutunya untuk keluar dari Suriah.

"Saya akan memberitahu Anda bahwa jika seluruh dunia bersatu untuk memaksa kita meninggalkan Suriah, mereka tidak akan bisa mengusir kita," kata Sayyid Hassan Nasrallah dalam pidato di televisi, Jumat (8/6). 

Ia mengatakan, hanya pimpinan Suriah yang dapat meminta Hizbullah pergi meninggalkan Suriah. Israel telah berulang kali menyerang Hizbullah dan Iran di Suriah. Israel mengatakan, mereka harus meninggalkan negara itu. Washington juga menuntut agar Iran mundur.

Bersamaan dengan Rusia, pasukan yang didukung Iran di Suriah telah membantu Assad mengusir para pemberontak dari kota-kota terbesar di negara itu. Mereka juga berhasil merebut kembali wilayah gurun timur dari ISIS.

Rusia baru-baru ini menyerukan kepada semua pasukan non-Suriah untuk meninggalkan Suriah selatan. Ini dianggap sebagai pernyataan yang ditujukan untuk Iran, serta pasukan AS di pangkalan dekat perbatasan Irak.

Pejabat senior Suriah mengatakan, mereka ingin merebut kembali wilayah yang dikuasai pemberontak di barat daya dekat perbatasan dengan Israel.

Pekan ini, penempatan pasukan Rusia di dekat perbatasan dengan Lebanon menyebabkan gesekan dengan pasukan yang didukung Iran di sana termasuk Hizbullah.

Ini merupakan sebuah kasus langka saat sekutu Assad tidak kompak satu sama lain. Meskipun masalah ini segera diselesaikan. Dalam pidatonya, Nasrallah mencemooh gagasan AS, Israel atau tekanan Teluk memaksa sebuah irisan antara Rusia dan Iran di Suriah.

Sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin menegaskan, Rusia tidak memiliki rencana untuk menarik militernya keluar dari Suriah. Kendati begitu, pasukan Rusia tidak akan membangun fasilitas permanen di sana.

"Pasukan akan tinggal di sana selama itu untuk keuntungan Rusia, dan untuk memenuhi tanggung jawab internasional kami," kata Putin dalam acara televisi tahunannya pada Kamis (7/7).

Menurut Putin, perang Suriah adalah pengalaman unik bagi pasukan Rusia.

Pertama, penggunaan pasukan bersenjata digunakan untuk meningkatkan kemampuan tentara. "Tidak ada latihan militer yang bisa dibandingkan dengan penggunaan kekuatan dalam kondisi pertempuran," kata Putin.

Putin mengakui ribuan militan meninggalkan Rusia dan negara-negara Asia Tengah dan berkumpul di tanah Suriah. Hal itu, kata ia, lebih baik karena berurusan langsung dengan mereka di medan perang.

"Lebih baik untuk berurusan dengan mereka di sana, melikuidasi mereka di sana, daripada membiarkan mereka datang, kembali ke sini dengan senjata di tangan," katanya menambahkan.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement