REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rektor Universitas Paramadina Prof Firmanzah meminta pemerintah lebih berhati-hati dalam membuat kebijakan, menyusul adanya dugaan penyebaran radikalisme di perguruan tinggi.
Menurut dia, akan lebih efektif jika kebijakan itu dikaji berdasarkan pendekatan budaya, rumusan dan strategi yang dirundingkan bersama seluruh rektor di Indonesia.
"Pola komunikasi pemerintah harus dibenahi, apalagi ini isu sangat sensitif dan membutuhkan diskusi yang intens. Karena terkait metodologi, bagian dan dampaknya," kata Firmanzah dalam sebuah diskusi di Gado-gado Boplo Jakarta, Sabtu (9/6).
Dia mengatakan, pemerintah juga perlu menjelaskan secara rinci substansi dari radikalisme. Berbeda halnya dengan terorisme, lanjut dia, radikalisme memiliki pengertian yang ambigu untuk dikategorikan sebagai suatu yang perlu dibasmi.
"Tapi memang kalau misal radikalisme akan menarik konservatifisme itu masih jadi perdebatan apakah pemikiran dan gerakan yang sangat konservatif," ungkap dia.
Baca juga, Pemerintah Awasi Nomor HP dan Akun Medsos Mahasiswa.
Dia juga mengajak semua elemen masyarakat untuk tidak menjustifikasi bahwa semua kampus dinilai berbahaya karena telah terpapar radikalisme. Sebab dia meyakini, yang terpapar radikalisme di lingkungan akademik hanyalah sebagian kecil, dan tidak menjadi dominan.
"Kita mesti kompak untuk lebih menyuarakan toleransi. Kita punya masyarakat yang toleran, harmoni. Saudara kita di Papua misalnya ada tempat di mana masyarakat muslim dan non muslim membaur saat hari raya," jelas dia.
Sebelumnya, Direktur Pencegahan BNPT Hamli mengatakan hampir semua perguruan tinggi negeri (PTN) sudah terpapar radikalisme. "PTN itu menurut saya sudah kena semua, dari Jakarta ke Jawa Timur itu hampir kena semua, tapi tebal tipisnya bervariasi," kata Hamli di Jakarta, Jumat (25/5).
BNPT membeberkan sejumlah kampus kenamaan seperti Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Dipenogoro (Undip), Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Universitas Airlangga (Unair), dan Universitas Brawijaya (UB) sudah disusupi paham radikal.