Senin 11 Jun 2018 07:08 WIB

Pakar: Denuklirisasi Korut Bukan Fokus Utama Jepang

Ada tiga persoalan utama dengan Korut yang lebih dipedulikan Jepang.

Kim Jong-un dan Presiden Donald Trump
Foto: EPA
Kim Jong-un dan Presiden Donald Trump

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Siti Daulah Khoiriati, berpendapat denuklirisasi atau pelucutan nuklir Semenanjung Korea bukanlah fokus utama Jepang pada KTT antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-Un di Singapura. Ada tiga persoalan utama dengan Korea Utara yang lebih dipedulikan Jepang.

Pertama, Jepang belum melakukan normalisasi hubungan dengan Korea Utara sejak Perang Dunia II, berbeda dengan Korea Selatan yang telah menjalin hubungan diplomatik. Menurut Siti, Jepang ingin terlebih dahulu menormalisasi hubungan dengan Korea Utara untuk menyelesaikan masalah di masa perang sebelum meminta denuklirisasi.

"Selama ini belum tercapai perjanjian perdamaian pada kedua negara, apalagi hubungan diplomatik resmi," ungkap pakar Kajian Wilayah Jepang ini, Ahad.

Kedua, terkait kasus penculikan warga negara Jepang oleh pemerintah Korea Utara yang belum terselesaikan hingga sekarang. Kasus tersebut menjadi perhatian yang sangat serius karena ada tekanan domestik yang sangat besar.

"Setiap kali ada persoalan menyangkut Korea Utara pasti yang muncul di media Jepang adalah soal penculikan. Tuntutan masyarakat kepada pemerintah sangat besar," kata Siti.

Sedangkan yang ketiga, baru menyangkut persoalan nuklir, katanya. Bagi Jepang, ketiga persoalan tersebut merupakan satu paket yang tidak bisa dipisahkan.

Oleh sebab itu, jika nantinya pertemuan antara Presiden Trump dan Kim Jong-Un berjalan sukses, namun tanpa dampak positif bagi Jepang maka hal itu akan dinilai kurang bermanfaat oleh negara yang dipimpin oleh PM Shinzo Abe itu. "Jepang sepertinya menyambut dingin pertemuan itu," kata Siti.

Masyarakat Jepang juga lebih peduli dengan soal penculikan daripada rudal Korea Utara. Apalagi, rudalnya tidak diarahkan ke Jepang, melainkan ke Amerika.

Sejumlah pejabat tinggi di Jepang bahkan melihat bahwa sebetulnya tingkat ancaman Korea Utara kepada Jepang tidak terlalu tinggi karena Kim hanya memproduksi rudal jarak jauh. "Kecuali jika kelak Korea Utara memproduksi rudal jarak dekat atau menengah yang bisa mencapai Jepang, baru akan ada kekhawatiran yang mendesak terkait denuklirisasi," ujarnya.

Trump dan Kim dijadwalkan bertemu di Singapura pada Selasa (12/6). Pertemuan yang akan membahas pelucutan senjata nuklir Pyongyang itu akan dimulai sekitar pukul 09.00 pagi waktu setempat di Pulau Sentosa.

"Saya sedang dalam misi perdamaian dan membawa harapan jutaan warga dunia. Kita harus mewujudkan denuklirisasi, kita harus mendapatkan sesuatu," kata Trump.

Niat untuk menghentikan program nuklir dilakukan agar Korut mendapatkan keringanan dari sanksi ekonomi internasional. Denuklirisasi dilakukan guna mengejar pertumbuhan ekonomi negara dan perdamaian di Semenanjung Korea.

Korut akan berusaha sebisa mungkin untuk membangun ekonomi sosialis yang kuat dan nyata. Harapannya, hal tersebut akan meningkatkan standar hidup masyarakat melalui mobilisasi semua sumber daya manusia dan material negara.

Sementara, lebih dari 2.500 jurnalis tengah bersiap untuk meliput pertemuan bersejarah kedua kepala negara tersebut. Jelang pertemuan, Kim rencananya menginap di hotel St Regis sedangkan Trump akan bermalam di hotel Shangri-La. Kedua hotel itu berada di pusat kota Singapura di Tanglin.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement