REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR Adang Sudradjat mengingatkan berbagai pihak terkait agar jangan sampai menghalalkan segalanya dalam mengikuti kompetisi pemilihan kepala daerah (pilkada). Para pemimpin harus mengedepankan nasib rakyat yang akan dipimpinnya.
“Nasib rakyat lebih penting daripada sekadar menghalalkan segala cara untuk menang dan terpilih," kata Adang Sudradjat dalam siaran persnya yang diterima di Jakarta, Senin (11/6).
Ia juga mengimbau para calon kepala daerah yang akan berkompetisi agar tidak menggunakan cara-cara tidak etis seperti politik uang. Untuk itu, Ia juga meminta kepada masyarakat agar tidak memilih calon pemimpin yang menggunakan politik uang.
Politikus PKS itu mengajak masyarakat berpartisipasi dengan bijak pada pesta demokrasi daerah ini. Ia mengatakan warga yang bijak dalam menggunakan hak pilihnya dapat mengantarkan kepala daerah yang terpilih memiliki kualitas kepemimpinan dan manajerial yang baik.
Negara ini, lanjut Adang Sudradjat, membutuhkan kepemimpinan yang mengayomi semua golongan, bukan sekedar kelompok tertentu. Menurut dia, orang-orang yang berjiwa besar akan menguatkan negara ini, baik dalam tatanan masyarakat maupun ekonominya.
Sebelumnya, mantan Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilu Lukman Edy menyarankan agar menggencarkan sosialisasi anti-politik uang jelang Pilkada serentak 2018 dan Pemilu 2019. Sosialisasi ini perlu dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, Sentra Penegakan Hukum Terpadu.
"Saya risau dengan rendahnya sosialisasi anti politik uang dan sanksinya baik oleh KPU, Bawaslu, dan Sentra Gakkumdu menjelang pilkada serentak dan pemilu 2019,” kata Lukman dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin.
Dia menilai selama ini KPU hanya fokus pada sosialisasi pelaksanaan Pilkada 2018 yang akan dilaksanakan pada 27 Juni mendatang dan partisipasi pemilih. Padahal, dia mengatakan, banyak ketentuan yang mengatur, baik di UU Pilkada maupun UU Pemilu.
Sementara itu, ujar politisi PKB itu, Bawaslu dan Sentra Gakkumdu sosialisasi anti-hoaks yang ada di sosial media dan pengaruhnya hanya 10-15 persen. "Hampir sama sekali tidak ada sosialisasi tentang anti politik uang dan sanksinya," ujarnya.
Lukman yang juga mantan wakil ketua Komisi II DPR itu menyarankan pada ketiga institusi untuk fokus memaksimalkan antisipasi kemungkinan politik uang.