REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Dewan Masjid Indonesia Komisaris Jenderal Polisi Syafruddin kembali membantah isu bahwa puluhan masjid di wilayah DKI Jakarta terpapar paham radikalisme. Syafruddin menilai tidak relevan jika masjid disebut sebagai tempat yang terpapar radikalisme.
"Tidak ada, mana ada masjid radikal. Masjid itu kan tempat ibadah," katanya menegaskan saat ditemui di Stasiun Gambir, Jakarta Pusat, Senin (11/6).
Isu mengenai terpaparnya sejumlah masjid di DKI Jakarta dibenarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Kendari demikian, Syafruddin yang juga menjabat sebagai Wakapolri membantah keras anggapan tersebut. Menurut dia, tidak relevan bila masjid sebagai suatu tempat ibadah dianggap terpapar radikalisme.
"Ya saya bantah bukan masjid. Enggak mungkinlah bagaimana, gak bisa ngomong masjid itu. Masjid itu kan benda tempat ibadah, nanti kualat kita, tempat suci," katanya.
"Saya bantah, saya bantah karena masjid tidak bisa berbicara seperti orang. Tidak mungkin radikal. Itu masjid tidak bisa bergerak, tidak bisa berbicara. Gak masuk logika (anggapan tersebut)," ujarnya menambahkan.
Puluhan masjid di Jakarta disebut telah menyebarkan paham radikal. Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahuddin Uno membenarkan dugaan tersebut. Ia bahkan mengaku telah mengantongi daftar masjid yang diduga menjadi tempat penyebaran paham radikalisme. Daftar itu ada di Biro Pendidikan, Mental, dan Spiritual (Dikmental) dan Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah (BAZIS) DKI.
Informasi tentang adanya masjid-masjid yang menjadi tempat penyebaran paham radikal datang dari cendekiawan Muslim Azyumardi Azra. Hal itu disampaikan dalam pertemuan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan para cendekiawan Muslim di Istana Negara, Senin (4/6). Ia mengatakan, terdapat sekitar 40 masjid di wilayah DKI yang memberikan ceramah mendekati radikalisme. Penceramah justru mengajarkan paham radikal dan intoleran.
Azyumardi mengungkapkan, para cendekiawan mengusulkan untuk menghadapi intoleransi memang harus komprehensif. Pemerintah harus memperkuat kembali koalisi sosial melalui, misalnya, pemantapan kembali semangat kebangsaan, kemudian juga kearifan lokal dan penguatan Islam wasatiyah.