REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepolisian Daerah Provinsi Jawa Timur menyerahkan tujuh anak pelaku teror di Surabaya dan Sidoarjo kepada Kementerian Sosial (Kemensos) di Gedung Tri Brata Polda Jatim, Selasa (12/6). Ketujuh anak tersebut terdiri dari 3 anak Anton, pelaku bom di Rusun Wonocolo Sidoarjo, 1 anak Tri, pelaku bom di Mapolrestabes Surabaya, dan 3 anak Dedi, terduga teroris yang meninggal dama baku tembak di Manukan Surabaya.
Kapolda Jatim, Irjen Pol Machfud Arifin menyampaikan, penyerahan dilakukan lantara perawatan medis yang dilakukan di RS Bhayangkaran sudah selesai. Sementara, untuk memulihkan kondisi psikologis anak-anak perlu dilakukan rehabilitasi oleh Kemensos.
"Hari ini kerja sama dengan Kemensos untuk perawatan lebih lanjut. Yang paling penting memberikan pemahaman keagamaan yang normal. Berikutnya penentuan siapa yang berhak untuk hak asuhnya. Itu nanti (keputusannya) semua di negara," kata Machfud saat penyerahan.
(Baca: Pendampingan Anak Pelaku Bom Waktu Lama)
Machfud menegaskan, dalam perawatan medis, ketujuh anak-anak tersebut sudah selesai. Dimana anak-anak tersebut sudah sangat ceria. Namun demikian, masih ada paham-paham yang harus diperbaiki, yang bisa dilakukan dengan cara rehabilitasi.
Terkait tempat perawatan, Machfud menyatakan semuanya akan disediakan oleh pihak Kemensos. "Nanti akan dipilihkan yang terbaik oleh Kemensos. Kepolisian dan Kementerian Sosial mesti akan memberikan yang terbaik untuk anak-anak ini," ujar Machfud.
Direktur Rehabilitasi Anak Kemensos, Nahar mengatakan, pihaknya sudah siap menerima tujuh anak tersebut untuk dilakukan proses treatment. Proses rehabilitasi tersebut merupakan bagian dari tahapan yang telah dilakukan sebelumnya.
"Yang pasti prinsip ini adalah untuk kepentingan yang terbaik bagi anak-anak. Tentu tempatnya akan menyesuaikan kenyamanan anak-anak. Ada di Surabaya, ada di Malang, ada di Jakarta juga ada," ujar Nahar.
Nahar menjelaskan, ada empat tahapan yang harus dilakukan untuk menyelamatkan anak-anak tersebut, sehingga kembali normal seperti anak pada umumnya. Tahap pertama adalah penanganan cepat, dimana itu sudah dilakukan oleh pihak kepolisian dan pihak medis. Penanganan cepat itu, lanjut Nahar, nantinya juga berlanjut ke rehabilitasi sosial
Kemudian tahapan kedua adalah pendampingan psiko sosial, dari mulai pengobatan sampai pemulihan. Tahapan selanjutnya adalah pemberian bantuan sosial. Itu perlu dilakukan lantaran anak-anak itu ada yang sudah yatim piatu, dan ada juga anak yatim yang hatus dipenuhi kebutihan dasarnya.
"Tahapan keempat adalah perlindungan dan pendampingan selama proses peradilan. Jadi kalau masih dibutuhkan untuk BAP dan segala macam ya kita didampingi," ujar Nahar.
Nahar menyatakan, anak-anak tersebut sejak kecil hingga usia tertentu tidak menjalani sekolah dan bergaul seperti anak-anak pada umumnya. Artinya, anak-anak tersebut mempunyai masalah sosial. Oleh karena itu, kata dia, anak-anak itu harus menjalani proses rehabilitasi sehingga bertingkah seperti anak pada umumnya.
Namun demikian, layanan yang diberikan pihak Kemensos tersebut ada batasnya. Nahar memastikan, saat anak-anak tersebut sudah seharusnya hidup bersama keluarganya, maka harus mencari orang tua pengganti. Artinya, anak-anak tersebut bisa diberikan hak asuh kepada yang berhak, entah itu neneknya, atau saudaranya sebagai wali.
"Ketika sudah ditemukan maka sudah selesai. Ya itu layanan itu kan ada batasnya. Kayak dokter saja, begitu dianggap sehat, ya selesai obatnya. Begitu juga ini anak yang mesti bersama keluarga tapi keluarganya gak ada, harus dipikirkan gantinya orang tuanya siapa," kata Nahar.