Selasa 12 Jun 2018 14:39 WIB

Pengamat UI: Staquf ke Israel Rusak Diplomasi Jokowi

Posisi Staquf tak bisa dilepaskan sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Teguh Firmansyah
Mantan Juru Bicara Presiden RI ke-3 KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Yahya Staquf, diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Kamis (31/5).
Foto: Republika/Debbie Sutrisno
Mantan Juru Bicara Presiden RI ke-3 KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Yahya Staquf, diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Kamis (31/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Timur Tengah Abdul Muta'ali menyayangkan pertemuan Yahya Cholil Staquf dengan Yayasan Yahudi di Israel pada Ahad (10/6) waktu setempat. Menurut Muta'ali, Staquf secara langsung atau tidak langsung telah merusak jalan diplomasi erat yang telah digagas Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Pertemuan Yahya Staquf ini tidak produktif terhadap respons Indonesia yang konsisten memperjuangkan kemerdekaan Palestina, pada saat yang bersamaan terjadi pembunuhan yang waktunya paralel dilakukan tentara Israel sekarang. Apalagi sudah keluar kecaman atas pertemuan (Staquf) tersebut dari pihak Hamas dan Fatah," kata Muta'ali.

Direktur Pusat Kajian Timur Tengah Universitas Indonesia ini mengingatkan, walaupun Staquf membantah pertemuannya bukan atas nama pemerintah dan ormas, perlu diingat posisi Staquf tidak bisa dilepaskan sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Ia pun baru dilantik pada akhir Mei lalu dan juga merupakan Khatib Aam PBNU.

Karena itu, menurut dia, wajar apabila dua faksi, Hamas dan Fatah, mengecam keras pertemuan Yahya Staquf ini. "Ketika ada seorang tokoh ormas dan juga pejabat pemerintahan di Indonesia, saya kira ini bukan hanya menyakitkan Indonesia, tapi juga membuat malu Indonesia di mata Internasional," katanya menegaskan.