REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- TNI AD berharap agar peristiwa pengeroyokan di Cijantung, Jakarta Timur, beberapa hari lalu, tidak langsung dikaitkan dengan peristiwa sebelumnya di Depok, Jawa Barat. Sebab, pengeroyokan dua anggota polisi di Cijantung hingga saat ini belum dipastikan dilakukan oleh anggota TNI.
Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat Brigjen TNI Alfret Denny Tuejeh mengatakan sebagaimana telah disampaikan oleh Kodam Jaya melalui Kapendam Jaya, pengeroyokan tersebut hingga saat ini dilakukan oleh kelompok orang tidak dikenal atau OTK.
"Kita tidak boleh berasumsi bahwa setiap peristiwa selalu terkait,” kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Selasa (12/6).
Karena itu, ia mengimbau, semua pihak untuk bisa menahan diri untuk tidak berpolemik. “Kasihan masyarakat, jika kita disibukan dengan masalah internal. Kapan kita bisa fokus menata masa depan bangsa Indonesia yang lebih baik," kata dia.
Pada Sabtu (9/2) dini hari WIB, dua anggota polisi, yakni Brigadir Dua Feri Saputra dan Brigadir Dua Bimo Yudho Prasetyo, mengalami pengeroyokan. Pengeroyokan terjadi di sekitar Mal Graha Cijantung, dekat Markas Kopassus.
Dua polisi itu baru saja mengikuti patroli Operasi Cipta Kondisi di Jakarta Selatan. Dua polisi tersebut pun melaporkan pengeoroyokan kepada Den Pomdam Jaya II Cijantung. Ada dugaan, pengeroyok merupakan anggota TNI.
Sebelumnya, atau pada Kamis (7/6) pekan lalu, dua prajurit Yonif Mekanik 203/AK Kodam Jaya, yakni Serda Darma Aji dan Serda Nikolas Kegomoi, mengalami pengeroyokan dan penusukan oleh anggota Brimob. Kejadian tersebut terjadi di sebuah tempat biliar Al Diablo di Jalan Raya Bogor KM 30, Cimanggis, Depok, Jawa Barat.
Darma Aji tewas pada Jumat (8/6). Sementara kondisi Nikolas sudah berangsur-angsur membaik. Sementara, oknum polisi yang diduga melakukan pengeroyokan telah ditetapkan sebagai tersangka.
Tata sinergitas
Kadispenad mengatakan peristiwa tersebut merupakan momentum yang sangat berharga bagi TNI dan Polri. Kedua lembaga harus menata sinergitas dan solidaritas ini secara terstruktur.
“Bukan saja dalam pelaksanaan tugas, tetapi juga dalam berinteraksi di luar tugas," kata dia.
Untuk itu, Alfret meminta jajarannya untuk menyaring berita dengan cerdas dan bijak. Anggota TNI-Polri, mulai dari tingkat bawah hingga menengah ke atas, harus berpikir jernih dan objektif.
Hanya dengan langkah itu, dia mengatakan, anggota TNI dan Polri dapat mengelimisinasi berbagai kemungkinan. "Sesungguhnya situasi seperti saat ini, sangat mudah dimanfaatkan pihak lain untuk memprovokasi dan mengadu domba Institusi TNI dan Polri," kata pria Lulusan Akmil 1988 itu.
Alfret mengingatkan peristiwa ini harus menguatkan komitmen dan sikap saling percaya dengan jajaran kepolisian. "Saya berharap peristiwa ini adalah yang terakhir,” kata dia.
Alfret menuturkan TNI AD telah menekankan ke seluruh jajaran agar dapat menyikapi kejadian dengan bijak. “Jangan mengambil langkah-langkah atau tindakan yang justru akan merugikan diri sendiri maupun Institusi," ujar Alfret.
Ia mengatakan siapapun harus mampu menahan diri untuk tidak memperkeruh situasi. Semua pihak harus senantiasa menciptakan suasana yang aman dan damai agar masyarakat juga merasa nyaman dan tenang.
Alfret mengatakan TNI AD menyerahkan semua permasalahan itu melalui jalur hukum. Ia juga menegaskan TNI AD tetap solid dan siap mengemban amanah rakyat Indonesia. Termasuk, dia mengatakan, bermitra dengan Polri dalam menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat.
Apalagi, dia mengatakan, Indonesia akan menyambut Hari Raya Idulfitri, penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2018, dan Asian Games 2018. Selanjutnya, Indonesia akan menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2019.
Karena itu, dia mengatakan, solidaritas dan sinergitas TNI-Polri harus direalisasikan sebagai bagian dari keluarga besar yang erat dan lekat. “Baik di tingkat pucuk pimpinan maupun anggota karena sudah sekian lama rakyat Indonesia merindukannya," ujar Kadispenad.
Polri siap kerja sama
Terpisah, Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, Polri siap bekerjasama dengan seluruh pemangku kepentingan. Menurut Setyo, hal tersebut juga sudah dititahkan oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
Dia menerangkan, Polri harus sanggup bekerja sama dengan seluruh pemangku kepentingan terkait dengan tugas yang diembannya. "Intinya begini, dengan siapapun Polri harus bekerjasama, karena Polri tidak bisa kerja sendiri," ujar dia di Mabes Polri, Selasa (12/6).
Terkait dengan kasus penusukan dan pengeroyokan, Setyo mengatakan, jajaran kepolisian tetap menjaga kerja sama dengan baik. Akan tetapi, dia mengatakan, tersangka penusukan dan pengeroyokan tidak mewakil institusi Polri.
“Itu oknum, ya,” kata dia.
Dia menerangkan, anggota kepolisian berjumlah 440 ribu, sedangkan yang terlibat pengeroyokan delapan orang. “Itu oknum polisi yang melakukan, jadi pimpinan sudah lakukan upaya kerjasama solid TNI, tapi ada saja oknum yang tidak taat, sudah tidak pantas jadi anggota Polri lagi," kata Setyo.
Penusukan dan pengeroyokan dua anggota TNI tersebut terjadi dua hari setelah Presiden Joko Widodo memuji kekompakan dan sinergitas TNI dan Polri. Jokowi mengatakan, masyarakat membutuhkan rasa aman dan ketenangan, terutama di bulan suci Ramadan.
"Di saat rakyat membutuhkan perlindungan dan rasa aman terutama di bulan puasa ini kita bersyukur bahwa TNI dan Polri solid bersatu menjaga negara, rakyat, bangsa, dalam melawan terorisme," kata Jokowi ketika menghadiri acara buka bersama TNI dan Polri serta masyarakat di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa (5/6).