REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Balai Taman Nasional Gunung Rinjani telah menyiapkan petugas piket sebagai salah satu upaya mengantisipasi lonjakan wisatawan lokal yang melakukan pendakian Gunung Rinjani di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Saban tahunnya, mulai H+2 Idul Fitri, pendaki mulai berdatangan.
"Jumlah pendaki pada libur Lebaran bisa mencapai lebih dari 1.000 orang per hari, terutama wisatawan lokal," kata Kepala Bagian Tata Usaha BTNGR Dwi Pangestu, yang dihubungi di Mataram, belum lama ini (14/6).
Menurut Dwi, antisipasi lonjakan jumlah pendaki sejak H+2 Lebaran 2018 juga dimaksudkan untuk menjaga agar kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani, terutama di sepanjang jalur pendakian, tetap bersih dari sampah. BTNGR sudah mengatur jadwal para petugas yang wajib berpatroli mulai dari pintu masuk hingga pusat peristrahatan para pendaki di sekitar Danau Segara Anak.
"Kami juga mengimbau kepada para pemandu wisata gunung untuk menjaga kebersihan dengan membawa turun semua sampahnya," kata Dwi sambil menegaskan bahwa pada Juni 2018 akan dilakukan aksi bersih sampah di jalur pendakian Gunung Rinjani bersama Pemerintah Provinsi NTB, dan Kelompok Masyarakat Peduli Gunung Rinjani.
BTNGR menyiagakan petugas piket untuk berjaga di pos pintu masuk pendakian Resort Sembalun, Kabupaten Lombok Timur. Selain itu, petugas juga disiagakan di Resort Senaru, Kabupaten Lombok Utara.
Pengawasan di dua pintu masuk pendakian lainnya dibantu oleh kelompok masyarakat mitra BTNGR, yakni di jalur pendakian Timbanuh, Kabupaten Lombok Timur, dan Desa Aik Berik, Kabupaten Lombok Tengah. "Petugas piket dari pegawai nonmuslim disiagakan mulai H-2 hingga H+3 lebaran," ujarnya.
Keberadaan petugas dibutuhkan karean ada saja wisatawan asing yang ingin mendaki. Mulai H+2 lebaran, kata Dwi, upaya penjagaan di Resort Sembalun dan Senaru, akan dibantu oleh warga lokal, terutama kelompok masyarakat yang tergabung dalam forum "porter dan guide" (pemandu wisata gunung).
Upaya melibatkan masyarakat setempat dalam memberikan pelayanan dan pengawasan digulirkan agar tidak ada pemandu wisata gunung dan "trekking organizer" (TO) ilegal yang beroperasi. BTNGR telah melakukan pendataan ulang pemandu gunung pada 2017.
Dari hasil pendataan tersebut diperoleh jumlah pemandu gunung sebanyak 1.059 orang. Dari total jumlah tersebut yang sudah mendaftar dan melakukan legalisasi hingga 30 Mei 2018 sebanyak 660 orang. Namun, yang sudah terbit izin dan kartu tanda anggota (KTA) baru sebanyak 517 orang, terdiri atas 247 orang porter dan 193 orang guide. Sisanya masih dalam proses.
"Seluruh pemandu wisata gunung harus berizin. Kebijakan itu sudah diberlakukan sejak 1 Juni 2018. Begitu juga dengan TO harus ada izin resmi," ucap Dwi.